Monday, April 26, 2010

Memahami Konflik dalam Organisasi, meningkatkan kinerja staff

Konflik dalam kehidupan sehari hari merupakan sesuatu hal yang mendasar dan esensial. Dalam organisasi , konflik mempunyai kekuatan yang dapat membangun kinerja staff, karena adanya variable yang bergerak bersamaan secara dinamis.
Dalam hal ini, konflik merupakan suatu proses yang wajar terjadi dalam suatu organisasi atau masyarakat.

Pengertian Konflik

Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentukminteraktif, yg terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Terutama konflik pada tingkatan individual, sangat dekat hUbungannya dengan stres.

Konflik dalam organisasi, menurut Minnery (1985) merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan. Konflik dalam organisasi, sering terjadi tidak simetris, terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993)

Sumber utama konflik dalam organisasi

Dalam sebuah organisasi khususnya organisasi besar, dalam hal pembagian kerja, sering menimbulkan konflik, antara unit kerja yang ada atau konflik antar organisasi. Timbulnya konflik ini dikarenakan adanya perbedaan tujuan antara satu pihak dengan pihak lain yang terlibat dalam konflik tersebut.
Oleh karena itu diperlukan kerjasama dan koordinasi antar struktur dalam organisasi atau antar organisasi sehingga dapat meminimalkan terjadinya perbedaan.

Ross (1993) mengemukakan ada dua sumber konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau kelompok, adalah adanya unsur persaingan dan unsur kekuatan. Menurut teori struktur, konflik dipicu oleh sosial adanya persaingan antara pihak-pihak yang berkepentingan.Tindakan terhadap pihak lain dalam pemikiran teori struktur social akan menciptakan tantangan nyata untuk meningkatkan solidaritas dan respon kolektif dalam menghadapi lawan. Selanjutnya pihak-pihak tersebut melakukan konsolodasi secara sadar sehingga membentuk suatu kekuatan dalam menghadapi konflik tersebut.

Disisi lain, Teori Psychoculttural melihat konflik sebagai kekuatan psikologi dan cultural.
Teori ini menunjukan bahwa suatu pihak perlu memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal dan tingkah laku pihak lain. Oleh karena itu kondisi social dan hubungan dengan pihak lain menjadi suatu hal penting untuk diperhatikan dalam menghadapi konflik, karena kondisi psikologis dan culutaral ini merupakan sebuah kekuatan nyata. .

Menangani konflik

Berdasarkan kedua sumber konflik di atas, memerlukan penanganan konflik yang berbeda. Teori structural menerangkan bahwa strategi manajemen konflik memerlukan perubahan kondisi organisasi pihak tersebut secara mendasar. Kepentingan yang divergen sangat sulit untuk dijembatani.

Sementara itu, Teori psychocultural, menekankan dalam manajemen konflik memfokuskan pada proses yang dapat mengubah persepsi atau mempengaruhi hubungan antara pihak-pihak kunci. Dalam pandangan teori ini kepentingan lebih bersifat subjektif dan dapat berubah disbanding dalam pandangan teori struktural

Penutup

Konflik harus dilihat dari dua aspek yaitu aspek struktural dan aspek psikokultural. Dari aspek struktural, konflik dipandang sebagai kepentingan. Dari aspek psikokultural, konflik dipandang ndang sebagai proses psikologi dan budaya dari pihak yang terlibat.
Stretegi mengatisi konflik dalam organisasi,
menurut Ross (1993) melalui Self-help strategy.
Tips dan Trik MewujudkanPELAYANAN PRIMA

Unsur dlm Pelayanan Prima
 Efektif
 Efisien
 Aman
 Nyaman
 Memuaskan

Manfaat Pelayanan Prima bagi RS
 Mencerminkan produktivitas RS
 Balancad Score-Card tinggi, dari aspek:
 financial measurement
 marketing perspective
 production & operational perspective
 human resource perspective
 Jalan Menuju RS Barokah

Bagaimana Mewujudkannya?
 bicara “fokus pada pelanggan” maka konteks seharusnya adalah pada “pelanggan internal dan eksternal.”
 Tidak mungkin terjadi “fokus pada pelanggan” tanpa didahului oleh “fokus pada karyawan.”
 Harus fokus pada peningkatan KINERJA KARYAWAN

Kinerja Karyawan tergantung pada (Gibson):
 Motivasi
 Kemampuan
 Lingkungan kerja

Apa sebenarnya yg dibutuhkan karyawan (Maslow):
 Physiological Needs (Kebutuhan fisiologis/dasar/pokok)
 Safety Needs (kebutuhan akan rasa aman).
 Social/Affiliation Needs (kebutuhan untuk bersosialisasi)
 Esteem Needs (kebutuhan harga diri).
 Self-actualization Needs (kebutuhan aktualisasi diri).

Ada apa dengan Kemampuan karyawan?
 Pengetahuan (Pendidikan, pelatihan, informasi, pengalaman)
 Kondisi Tubuh
 Faktor Keluarga (demographical factors)
 Faktor alamiah (geographical factors)

Lingkungan kerja
 Struktur tugas dan pola kerja
 Kompleksitas pekerjaan
 Pola kepemimpinan dan kerjasama
 Ketersediaan alat sarana kerja
 Imbalan (reward system)

Tips Memotivasi Karyawan
 Komunikasi Yang Terbuka: memberikan kepada pekerja keterangan yang mereka perlukan untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang baik
 memberikan kesempatan umpan balik secara teratur
 meminta masukan dari karyawan dan melibatkan mereka di dalam keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka
 Membuat saluran komunikasi yang mudah dipergunakan, sehingga karyawan dapat menggunakannya untuk mengutarakan pertanyaan/kehawatiran mereka dan memperoleh jawaban.
 Sambungan telepon langsung, kotak saran, forum-forum kelompok kecil, tanya jawab dengan pimpinan dan “politik pintu terbuka”
 belajar dari para karyawan itu sendiri apa yang memotivasi mereka.
 mempelajari apa saja kegiatan-kegiatan lain yang pekerja lakukan bila mereka mempunyai waktu luang, dan kemudian menciptakan kesempatan bagi mereka untuk melakukan kegiatan itu secara lebih teratur.
 memberi selamat secara pribadi kepada karyawan yang melakukan pekerjaan dengan baik.
 terus menerus memelihara hubungan dengan orang yang mereka bawahi
 menulis Memo secara pribadi kepada mereka tentang hasil kinerja mereka.
 menghargai karyawan karena pekerjaan mereka yang baik secara umum
 meliputi pertemuan-pertemuan pembentukan moril seperti “merayakan kesuksesan yang dicapai kelompok”
 memberi karyawan satu pekerjaan yang baik untuk dikerjakan
 apakah karyawan mempunyai sarana kerja yang terbaik.
 Kenalilah kebutuhan-kebutuhan pribadi karyawan
 Gagasan menggunakan kinerja sebagai dasar untuk promosi
 menetapkan suatu kebijakan promosi dari dalam secara komprehensif.
 menegaskan komitmen perusahaan terhadap perkaryaan jangka panjang
 membantu berkembangnya rasa “bermasyarakat”
 Gajilah karyawan secara bersaing berdasarkan apa yang mereka kerjakan
 menawarkan “pembagian keuntungan” (profit sharing) kepada karyawan.
Manajer Sukses vs Manajer Efektif
By cokroaminoto

Oleh: Ir. Bambang Adi Subagio, M.M.

Mana yang lebih penting, menjadi manajer sukses atau menjadi manajer efektif? Jika dihadapkan pada pertanyaan ini mungkin Anda sedikit bingung. Apakah manajer efektif tidak otomatis menjadi manajer sukses? Bukankah seseorang manajer disebut sukses karena dia efektif? Nah sebelum ngelantur lebih jauh sebaiknya kita menyamakan bahasa terlebih dulu. Manajer sukses adalah manajer yang mempunyai indeks sukses di atas rata-rata manajer lainnya, di mana indeks sukses merupakan rasio antara tingkat manajerial yang berhasil dicapai dan masa kerja. Manajer efektif, di lain pihak, adalah manajer yang berhasil mencapai prestasi kerja tinggi dibanding dengan standar yang telah ditentukan, serta mampu melakukan pekerjaan melalui orang lain dengan tingkat kepuasan dan komitmen yang tinggi. Dalam kenyataan memang tidak tertutup kemungkinan bahwa seorang manajer sukses sekaligus juga menjadi manajer efektif. Namun karakteristik kedua jenis manajer ini tetap dapat dibedakan.

Tahukah Anda tugas atau pekerjaan manajer pada umumnya? Jawaban yang paling populer mungkin adalah POAC (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling). Maka tidak heran apabila Anda juga menjawab demikian. Hal ini dapat dimengerti karena dalam kurun waktu yang cukup lama – sejak Henri Fayol mengemukakan pemikirannya yang sangat terkenal ‘The five Fayolian functions of management’ (Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, dan Controlling) – para manajer sejagad meyakini (atau diyakinkan) bahwa tugas atau pekerjaan manajer hanya melakukan kelima fungsi manajemen tersebut. Namun berdasarkan penelitian beberapa pakar manajemen, di antaranya Henry Mintzberg, John Kotter dan Fred Luthans diperoleh gambaran yang lebih komprehensif bahwa tugas manajer sebenarnya tidak hanya melakukan kelima fungsi manajemen seperti yang dikemukakan oleh Fayol tersebut.

Mintzberg mengatakan bahwa pekerjaan manajer terdiri dari banyak pekerjaan pendek (brief) yang tidak selalu berkesinambungan (disconnected) dan mereka sering terlibat dalam hubungan dengan banyak orang, baik di dalam maupun di luar organisasi. Lebih jauh dikatakan pula bahwa manajer mempunyai banyak peran dan mereka melakukan pekerjaan sesuai dengan peran yang dimainkannya. Dalam hal hubungan interpersonal, manajer berperan sebagai figur kepala, pemimpin dan penghubung. Dalam hal informasional mereka berperan sebagai pengawas, penyebar informasi dan juru bicara. Kemudian sebagai pengambil keputusan mereka berperan sebagai wirausaha, pemecah masalah, pengalokasi sumber daya, dan negosiator.

John Kotter dari Harvard Business School menambahkan bahwa pekerjaan manajer tidak hanya melulu melakukan ‘Fayolian functions’. Lebih dari itu para manajer menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk berinteraksi dengan orang lain, melalui pertemuan-pertemuan guna mendapatkan dan/atau memberi informasi, yang oleh Kotter disebut sebagai ‘membangun jejaring (networking)’. Melalui cara ini manajer dapat membuat ‘agenda’ sebagai hasil kompromi, serta sedikit melonggarkan kekakuan di antara mereka yang kadang-kadang terjadi karena masing-masing mempunyai sasaran berbeda.

Manajer Sukses vs Efektif : Empat Aktivitas Manajerial

Yang terakhir adalah penelitian oleh Fred Luthans dari University of Nebraska, Lincoln. Luthans mengelompokkan pekerjaan manajer dalam empat aktivitas manajerial sebagai berikut:

Komunikasi, yaitu aktivitas yang meliputi pertukaran informasi secara rutin dan pemrosesan pekerjaan tulis-menulis.
Manajemen tradisional, yaitu aktivitas yang terdiri dari perencanaan, pengambilan keputusan dan pengendalian.
Manajemen sumber daya manusia, yaitu aktivitas yang berkaitan dengan aspek perilaku, misalnya motivasi/pemberian dukungan, pendisiplinan/penghukuman, manajemen konflik, staffing, dan pelatihan/pengembangan.
Jejaring (networking), yaitu aktivitas yang meliputi sosialisasi/berpolitik, berinteraksi de-ngan pihak luar, serta hal-hal ‘chit chat’ lainnya yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.
Luthans dapat dikatakan menampilkan uraian tentang pekerjaan manajer yang paling lengkap dibanding Fayol, Mintzberg dan Kotter. Diskripsinya mencakup pendapat klasik dari Fayol (aktivitas manajemen tradisional), aktivitas komunikasi dari Mintzberg dan aktivitas jejaring dari Kotter. Tambahan dari Luthans yang cukup penting dan melengkapi adalah aktivitas manajer pada manajemen sumber daya manusia.

Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan oleh para manajer sukses dan manajer efektif, Luthans melakukan penelitian terhadap 248 manajer. Hasilnya menunjukkan bahwa hampir sepertiga waktu dan tenaga mereka digunakan pada aktivitas komunikasi, sekitar sepertiga pada aktivitas manajemen tradisional, seperlima pada manajemen sumber daya manusia dan kurang-lebih seperlima pada aktivitas jejaring.

Selain melakukan penelitian secara umum tentang aktivitas manajer, Luthans juga melakukan penelitian secara khusus untuk mengamati apa yang dilakukan oleh kelompok manajer sukses dan juga apa yang dilakukan oleh kelompok manajer efektif. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua kelompok tersebut mempunyai pola aktivitas manajerial yang berbeda.

Pada kelompok manajer sukses, terlihat nyata bahwa mereka mengalokasikan waktu dan tenaga paling banyak pada aktivitas jejaring (48%). Selanjutnya aktivitas komunikasi berada di urutan kedua (28%), manajemen tradisional di urutan ketiga (13%) dan sumber daya manusia adalah aktivitas yang alokasi waktunya paling sedikit (11%). Hal ini menunjukkan bahwa – dengan menggunakan kecepatan promosi sebagai ukuran sukses – manajer sukses lebih banyak menggunakan sebagian besar waktu dan tenaga mereka untuk bersosialisasi, berpolitik, dan berinteraksi dengan pihak luar dibandingkan dengan rekannya yang kurang sukses. Lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa manajer sukses tidak banyak menggunakan waktu dan tenaganya pada aktivitas manajemen tradisional atau pada manajemen sumber daya manusia.

Pada kelompok manajer efektif, aktivitas yang mendapat perhatian paling besar adalah komunikasi (44%), kemudian manajemen sumber daya manusia (26%), selanjutnya manajemen tradisional (19%), dan yang terakhir jejaring (11%). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa kontribusi relatif terbesar bagi manajer efektif berasal dari aktivitas yang berorientasi pada aspek manusia, yaitu komunikasi dan manajemen sumber daya manusia. Dengan sendirinya berarti pula bahwa bagi manajer efektif, aktivitas yang berkaitan dengan pembinaan jejaring kurang diprioritaskan, sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh manajer sukses.

Uraian di atas barangkali dapat Anda gunakanan sebagai acuan, atau setidak-tidaknya inspirasi, untuk mengembangkan karir Anda di masa depan – mau menjadi manajer sukses atau manajer efektif. Kalau mau menjadi manajer sukses, perluaslah jejaring dan keterampilan berkomunikasi, sedangkan bila ingin menjadi manajer yang efektif, asahlah kemampuan komunikasi dan penguasaan akan manajemen sumber daya manusia.

Melalui tulisan ini mudah-mudahan Anda mendapat inspirasi dan dapat menarik manfaat untuk memilih apakah Anda akan menjadi manajer sukses atau efektif, atau bahkan keduanya – sukses sekaligus efektif.
TEORI EKSPEKTANSI: Sebuah pendekatan konsep pemberian imbalan untuk meningkatkan motivasi pegawai
By cokroaminoto

Teori pengharapan (expectancy theory) pada dasarnya merupakan fungsi dari tiga karakteristik: (1) persepsi pegawai bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja (2) persepsi pegawai bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian) (3) nilai yang diberikan pegawai terhadap imbalan yang diberikan. Menurut Vroom’s expectancy theory, perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan akan meningkat jika seseorang merasakan adanya hubungan yang positif antara usaha-usaha yang dilakukannya dengan kinerja (Simamora, 1999). Perilaku-perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada hubungan positif antara kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan yang bernilai bagi dirinya (Nelson, 1996).

Para pegawai mendambakan bahwa kinerja mereka akan berkorelasi dengan imbalan-imbalan yang diperoleh dari organisasi. Para pegawai menentukan pengharapan mengenai imbalan dan kompensasi yang diterima jika tingkat kinerja tertentu dicapai. Pengharapan ini menentukan tujuan dan tingkat kinerja di masa yang akan datang. Pada tahap berikutnya seorang pegawai melakukan pekerjaan pada tingkat kinerja tertentu yang dievaluasi oleh organisasi; dan organisasi memberikan imbalan terhadap kinerjanya. Selanjutnya pegawai mempertimbangkan hubungan antara kinerja yang telah mereka berikan pada organisasi, imbalan yang mereka terima yang dikaitkan dengan kinerja serta kewajaran hubungan tersebut. Pada akhirnya pegawai menentukan tujuan dan pengharapan baru berdasarkan pengalaman sebelumnya dalam organisasi.

Jika pegawai melihat bahwa kerja keras dan kinerja yang tinggi diakui dan diberikan imbalan oleh organisasi, mereka akan mengharapkan hubungan seperti itu berlanjut terus di masa yang akan datang. Untuk mempertahankan pertalian antara kinerja dengan motivasi pegawai ini perlu adanya: penilaian kinerja pegawai yang akurat, imbalan yang langsung berhubungan dengan tingkat kinerja dan umpan balik dari para penyelia.

Dari teori di atas, diketahui bahwa: (1) pegawai akan termotivasi untuk berperilaku sehingga mereka mendapatkan imbalan yang berimbang terhadap kinerja mereka (2) pegawai termotivasi untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya (3) pegawai termotivasi untuk berperilaku dalam cara-cara yang mendapat pengukuhan dari pimpinan mereka atau pegawai lainnya (4) pegawai akan termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan yang mereka tentukan secara pribadi dan menerimanya meskipun khusus dan sulit.

Sementara itu, untuk meningkatkan kinerja pegawai, secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhinya, yaitu: variabel individu, variabel psikologis dan variabel organisasi.
Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung.

Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.
Kelompok variabel organisasi terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan disain pekerjaan.

Menurut Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu.
Menurut Mitchell dalam Timpe (1999), motivasi bersifat individu, dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat.

Mengingat sifatnya ini, untuk peningkatan kinerja individu dalam organisasi, menuntut para manajer untuk mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui suasana organisasi yang mendorong para pegawai untuk lebih propduktif. Suasana ini tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk sistem imbalan, standar, peraturan dan kebijakan, serta pemeliharaan komunikasi dan gaya kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA INDIVIDU: Respon Untuk Zaenul
By cokroaminoto

Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok (Ilyas, 1993). Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja individu, perlu dilakukan pengkajian terhadap teori kinerja. Secara umum faktor fisik dan non fisik sangat mempengaruhi. Berbagai kondisi lingkungan fisik sangat mempengaruhi kondisi karyawan dalam bekerja. Selain itu, kondisi lingkungan fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya faktor lingkungan non fisik. Pada kesempatan ini pembahasan kita fokuskan pada lingkungan non-fisik, yaitu kondisi-kondisi yang sebenarnya sangat melekat dengan sistem manajerial perusahaan.

Menurut Prawirosentono (1999) kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan mempunyai harapan masa depan. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Menurut Gibson (1987), model teori kinerja individu pernah dibahas dalam artikel lain di site ini.

Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Menurut Gibson (1987), variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung.

Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.

Kelompok variabel organisasi menurut Gibson (1987) terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. Penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi. Menurut Mitchell dalam Timpe (1999), motivasi bersifat individual, dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Mengingat sifatnya ini, untuk peningkatan kinerja individu dalam organisasi, menuntut para manajer untuk mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui suasana organisasi yang mendorong para pegawai untuk lebih propduktif. Suasana ini tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk pengaturan sistem imbalan, struktur, desain pekerjaan serta pemeliharaan komunikasi melalui praktek kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya.
MANUSIA DALAM PEKERJAAN, Sebuah Tinjuan Perilaku Organisasi: Respon untuk Epi


Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi. Kinerja organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya. Seluruh pekerjaan dalam perusahaan itu, para karyawanlah yang menentukan keberhasilannya. Sehingga berbagai upaya meningkatkan produktivitas perusahaan harus dimulai dari perbaikan produktivitas karyawan. Oleh karena itu, pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerjanya.

Karyawan sebagai individu ketika memasuki perusahaan akan membawa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan pengalaman masa lalunya sebagai karakteristik individualnya. Oleh karena itu, maaf-maaf kalau kita mengamati karyawan baru di kantor. Ada yang terlampau aktif, maupun yang terlampau pasif. Hal ini dapat dimengerti karena karyawan baru biasanya masih membawa sifat-sifat karakteristik individualnya.
Selanjutnya karakteristik ini menurut Thoha (1983), akan berinteraksi dengan tatanan organisasi seperti: peraturan dan hirarki, tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab, sistem kompensasi dan sistem pengendalian. Hasil interaksi tersebut akan membentuk perilaku-perilaku tertentu individu dalam organisasi. Oleh karena itu penting bagi manajer untuk mengnalkan aturan-aturan perusahaan kepada karyawan baru. Misalnya dengan memberikan masa orientasi.

Perilaku Organisasi

Pada tingkat individu, jika pegawai merasa bahwa organisasi memenuhi kebutuhan dan karakteristik individualnya, ia akan cenderung berperilaku positif. Tetapi sebaliknya, jika pegawai tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka cenderung untuk tidak tertarik melakukan hal yang terbaik (Cowling dan James, 1996) Untuk itu, ketika seseorang mempunyai ketertarikan yang tinggi dengan pekerjaan, seseorang akan menunjukkan perilaku terbaiknya dalam bekerja (Duran-Arenas et.al, 1998). Selanjutnya menurut Cowling dan James, tidak semua individu tertarik dengan pekerjaannya. Akibatnya beberapa target pekerjaan tidak tercapai, tujuan-tujuan organisasi tertunda dan kepuasan dan produktivitas pegawai menurun.

Di lain pihak, organisasi berharap dapat memenuhi standar-standar sekarang yang sudah ditetapkan serta dapat meningkat sepanjang waktu. Masalahnya adalah cara menyelaraskan sasaran-sasaran individu dan kelompok dengan sasaran organisasi; dan jika memungkinkan, sasaran organisasi menjadi sasaran individu dan kelompok. Untuk itu diperlukan pemahaman bagaimana orang-orang dalam organisasi itu bekerja serta kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka dapat memberikan kontribusinya yang tinggi terhadap organisasi.

Belajar dari Vroom

Menurut Teori Pengharapan, perilaku kerja merupakan fungsi dari tiga karakteristik: (1) persepsi pegawai bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja (2) persepsi pegawai bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian) (3) nilai yang diberikan pegawai terhadap imbalan yang diberikan. Menurut Vroom’s expectancy theory, perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan akan meningkat jika seseorang merasakan adanya hubungan yang positif antara usaha-usaha yang dilakukannya dengan kinerja (Simamora, 1999). Perilaku-perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada hubungan positif antara kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan yang bernilai bagi dirinya. Guna mempertahankan individu senantiasa dalam rangkaian perilaku dan kinerja, organisasi harus melakukan evaluasi yang akurat, memberi imbalan dan umpan balik yang tepat.
EMBANGUN KINERJA MELALUI PERBAIKAN LINGKUNGAN KERJA (2)

Dalam uraian terdahulu disebutkan bahwa struktur tugas, desain pekerjaan dan pola kepemimpinan merupakan bagian dari lingkungan kerja yang ikut mempengaruhi kinerja karyawan. Selain itu, masih ada tiga hal lainnya, yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah pola kerja sama, ketersediaan alat dan faktor reward.

Pola Kerjasama
Pola kerjasama merupakan bentuk-bentuk hubungan antar karyawan dalam perusahaan, yang memungkinkan seseorang dapat memperoleh dan memberikan respon terhadap suatu tugas. Pola kerjasama dalam organisasi merupakan implikasi dari pola kepemimpinan. Pola kepemimpinan tertentu dapat melahirkan sistem kerjasama flat atau berjenjang dalam perusahaan.
Tidak bisa membayangkan seorang karyawan dengan kemampuan bagus, melaksanakan tugas dengan pola ketergantungan yang tinggi dengan unit lain, tetapi pola kerjasama yang terbangun dalam perusahaan adalah berjenjang dan rumit. Bisa dipastikan bahwa, penyelesaian pekerjaanya mengalami hambatan.
Dalam hal ini kinerja karyawan, pada akhirnya dihadapkan pada pola kerjasamanya.

Pola kerjasama, juga dapat menciptakan pola yang terbuka atau tertutup, baik dalam unit sendiri maupun dengan unit lain.
Pola kerjasama yang terbuka memungkinkan antar karyawan dalam unitnya sendiri maupun dengan unit lain dapat berhubungan dan saling membantu. Kondisi semacam ini hampir tidak ada masalah. Tetapi bagaimana jika yang terjadi adalah, pola kerjasama tertutup dalam unit sendiri, maupun dengan unit lain. Kondisi ini biasanya dipicu adanya ’ketidakadilan eksternal’ terhadap hal-hal yang diterima karyawan, baik dalam hal pembagian tugas, kesulitan pekerjaan, pola kepemimpinan, kekompakan, kecanggihan alat dan imbalan. Adanya ketidakadilan eksternal dapat menciptakan kondisi saling curiga antar karyawan atau antar unit kerja, yang selanjutnya dapat berdampak pada banyak hal. Bukan tidak mungkin, kalau kemudian dalam suatu unit kerja akan menilai unit-unit lain sebagai unit yang ’kering’ atau ’basah’ dan seterusnya.
Sehingga pemahaman manajemen dan itikad untuk melakukan perbaikan pola kerjasama dalam perusahaan akan memberi jalan bagi peningkatan kinerja, baik bagi kinerja individual maupun kinerja organisasi.

Ketersediaan alat kerja

Tahu nggak, kalau tersedianya alat kerja itu sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Bagaimana tidak, jika seorang karyawan dengan pekerjaan, anggap saja misalnya, memeriksa sediaan (specimen) di laboratorium. Notabene pekerjaan tersebut menuntut tingkat ketelitian yang tinggi. Bagaimana jika tidak ada mikroskop? Bagaimana jika lensa mikroskop sudah buram, tidak jelas lagi. Dapat dipastikan bahwa pekerjaannya tidak dapat terselesaikan. Kalaupun selesai, bahwa pekerjaan itu membawa risiko mengalami error-rate yang tinggi.

Banyak pekerjaan dengan indikator kinerja di dalamnya, menuntut tersedianya alat dengan spesifikasi tertentu dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Ini memberi isyarat bahwa, seorang manajer harus mengetahui kebutuhan alat standar dan cukup tersedia bagi karyawan. Sehingga berbagai kegiatan pembelian dan perbaikan alat kerja harus memperhatikan standar kerja dan jumlah karyawan. Untuk pengadaan alat berdasarkan jumlah karyawan ini-jika tidak memungkinkan, dapat ditempuh upaya penjadwalan

Imbalan

Reward atau imbalan dalam membangun kinerja karyawan keberadaannya sangat vital. Tapi jangan dulu terburu-buru, punya pandangan bahwa untuk meningkatkan kinerja karyawan harus diberi gaji yang besar. Imbalan tidak selalu berwujud (tangible), ada imbalan yang tidak berwujud (untangible). Namun, baik berwujud atau tidak berwujud, reward harus ada dan tepat pemberiannya. Tidak semua pemberian yang dari manajer kepada karyawan dapat diartikan sebagai imbalan. Menurut Lawler, disebut imbalan jika seseorang menerima pemberian atas hasil kerjanya, baik berwujud maupun tidak, dan pemberian itu meningkatkan semangat kerjanya untuk melakukan pekerjaannya dengan lebih baik.

Berbagai macam cara, perusahaan menghargai karyawan dalam bentuk dan macam imbalan. Imbalan yang lazim adalah gaji. Namun pemberian gaji seringkali menimbulkan persoalan, jika tidak memperhatikan keragaman karyawan. Menurut Kumala I. Suryo, pemberian gaji harus digolong-golongkan. Penggolonganya paling tidak mempertimbangkan faktor-faktor pengetahuan, usaha-usaha, tanggung jawab, serta kondisi lingkungan yang dituntut agar pekerjaan terlaksana.
Selain gaji, beberapa perusahaan memberikan imbalan prestasi kerja-berdasarkan evaluasi kinerja (performance appraisal), Suggestion System yaitu penghargaan berdasarkan atas ide karyawan. Ada lagi pemberian penghargaan atas kehadiran karyawan dan masa kerja seperti disampaikan Tri Anna D dalam e-mailnya.
Lain diperusahaan kertas, lain pula di perusahaan telekomunikasi. Di perusahaannya tempat bekerja, Heru menyatakan bahwa sistem imbalan dan penghargaan untuk karyawan dilakukan dalam bentuk:
Masa Kerja berupa Uang Tunai dan Sertifikat/Medali
Kinerja Individu berupa Promosi Tingkatan atau Jabatan
Kinerja Organisasi berupa insentif atas pencapaian kinerja yang bervariasi
Inovasi berupa Uang Tunai dan Sertifikat Pengakuan
Apresiasi Prestasi Kerja Bulanan
Apresiasi Unit Kerja Terbaik (melalui survey kepada customer internal)
Karyawan Teladan Tahunan
Mitra Kerja Teladan Tahunan
Penghargaan Naik Haji/Ziarah untuk mereka yang aktif dalam kegiatan keagamaan
Selanjutnya untuk penyerahan setiap penghargaan tersebut dilakukan dalam satu forum pertemuan seluruh karyawan sehingga ada aspek recognizing-nya.

Sayangnya, banyak pekerjaan yang sudah dilaksanakan dengan baik tidak mendapat imbalan dari atasan. Kasus-kasus seperti ini sering memicu rasa frustasi pada karyawan. Namun banyak manajer merasa sudah memberikan imbalan, tetapi kenyataannya malah menimbulkan ketidaknyamanan pada karyawaan. Hal ini karena imbalan diberikan secara tidak tepat. Banyak contoh yang terjadi dalam pemberian penghargaan promosi jabatan dalam tugas baru di luar kota, sementara keluarga dan kehidupan rutinnya tempatnya berada jauh dari tempat kerja sekarang.

Selain ada-tidaknya dan ketepatan pemberiannya, masalah imbalan biasanya menyangkut nilai keadilan yang dirasakan oleh karyawan. Dalam pemberian imbalan harus dipertimbangkan nilai keadilan internal maupun eksternal. Secara internal, ketika menerima imbalan dari atasannya, seorang karyawan akan menilai apakah pemberian itu sebanding atau tidak dengan pengorbanan yang sudah ia keluarkan. Sering terlihat, seorang karyawan menggerutu, dan menilai betapa pelit atasanya dalam memberi imbalan. Sementara karyawan merasa bahwa perjuangannya sangat maksimal untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Karyawan merasa tidak adil penghargaan yang diterimanya, jika dibandingkan pengorbanan yang sudah dikeluarkan.

Kalaupun tidak ada masalah dalam keadilan internal, pemberian imbalan kadang bermasalah dalam keadilan eksternalnya. Secara eksternal, ketika karyawan menerima imbalan dari atasanya, ia akan membandingkan dengan imbalan yang diterima orang lain-yang selevel, baik dalam unit sendiri maupun di unit kerja yang lain. Jika karyawan merasa bahwa imbalan yang diterimanya dirasakan masih lebih rendah dari orang lain sebagai pembandingnya, maka masaih ada masalah keadilan eksternal dalam sistem imbalannya.

Maknanya, bahwa dalam membangun kinerja karyawan harus ada imbalan. Imbalan dapat berwujud maupun tidak. Pemberiannya harus tepat, menurut waktu mapun kebutuhan karyawan. Sistem pemberiannya harus dapat dirasakan adil, baik secara internal maupun eksternal.

Penutup
Kalau hal-hal dalam struktur tugas, desain pekerjaan, pola kepemimpinan, pola kerjasama, ketersediaan alat kerja dan imbalan dapat diwujudkan, maka tidak sulit untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan di tempat tugas. Pada gilirannya, karyawan akan meningkatkan kinerjanya. Hal-hal yang paling dekat yang dapat dilihat, bahwa semangat kerja karyawan meningkat, kohesivitas kelompok tinggi, penyelesaian tugas membaik, menurunnya angka absensi. Dan ini dapat kita mulai sejak dari sekarang, dari hal yang paling sederhana di tempat kerja. Semoga….
MEMBANGUN KINERJA KARYAWAN MELALUI PERBAIKAN LINGKUNGAN KERJA

Lingkungan kerja
Lingkungan kerja menunjuk pada hal-hal yang berada di sekeliling dan melingkupi kerja karyawan di kantor. Kondisi lingkungan kerja lebih banyak tergantung dan diciptakan oleh pimpinan, sehingga suasana kerja yang tercipta tergantung pada pola yang diciptakan pimpinan. Lingkungan kerja dalam perusahaan, dapat berupa:
Struktur tugas
Desain pekerjaan
Pola kepemimpinan
Pola kerjasama
Ketersediaan sarana kerja
Imbalan (reward system)

Struktur tugas
Struktur tugas menunjuk pada bagaimana pembagian tugas dan wewenang itu dilaksanakan. Sehingga ada kejelasan tentang ’siapa bertanggung jawab apa’ serta keberadaan mekanisme pelaksanaan tugas dalam hal ”siapa bertanggung jawab kepada siapa. Struktur tugas harus jelas, dan mekanisme harus dijalankan. Jika tidak, bukan tidak mungkin seorang karyawan tidak dapat bekerja, jika mereka tidak tahu harus mengerjakan apa. Atau banyak orang yang mengendalikan atau memberi perintah langsung pada seorang karyawan, sehingga karyawan tidak tahu tugas mana yang harus diselesaikan. Akibatnya ia tidak dapat mengerjakan satupun. Untuk itu, sudah menjadi kewajiban manajemen untuk menjamin, bahwa struktur tugas bagi setiap karyawan harus jelas, beserta mekanisme dan herarki pelaksanaan tugas dipatuhi. Dalam pekerjaan karyawan yang berbentuk kelompok, maka susunan dan uraian tugas harus jelas, berikut penjadwalan waktunya.

Desain pekerjaan
Desain pekerjaan menggambarkan kompleksitas dan tingkat kesulitan suatu tugas yang dikerjakan seorang karyawan. Jika seorang karyawan merasa bahwa tugas itu terlampau sulit dan harus melibatkan banyak fihak, maka dipastikan bahwa seorang karyawan akan dapat menyelesaikannya. Sehingga manajemen harus dapat menjamin bahwa tugas yang diberikan, dapat diselesaikan. Untuk mengupayakannya biasanya sebuah tugas disertai petunjuk teknis atau manual pelaksanaan, disamping disediakan kesempatan untuk karyawan berkonsultasi serta dilakukan pemantauan/pengendalian. Hal-hal tersebut memungkinkan karyawan dapat menyelesaikan tugasnya.

Pola Kepemimpinan
Pola Kepemimpinan mencerminkan model kepemimpinan yang diterapkan dalam mengelola karyawan. Ada sekelompok pemimpin menerapkan praktek kepemimpinan yang berorientasi pada penyelesaian tugas (task oriented). Pada golongan pemimpin ini, aspek-aspek individual karyawan kurang mendapat perhatian. Pola ini menekankan, apapun yang dilakukan karyawan dan bagaimanapun kondisi yang terjadi pada karyawan tidak menjadi masalah. Asalkan tugas-tugas dapat diselesaikan. Pola-pola kepemimpiman demikian dapat berpengaruh pada penciptaan lingkungan kerja yang kurang baik bagi karyawan. Akibatnya ada perasaan tertekan pada karyawan. Lingkungan kerja yang tercipta penuh ketakutan mengarah ke frustasi. Jika ini berlangsung lama, maka yang terjadi adalah tingkat absensi karyawan tinggi, permintaan pindah antar unit kerja, bahkan puncaknya adalah permintaan keluar dari perusahaan dan pindah ke perusahaan yang lain.

Pada sekelompok pemimpin lainnya menerapkan pola kepemimpinan yang berorientasi pada manusia (human oriented). Pemimpin memusatkan perhatiannya pada kegiatan dan masalah kemanusiaan yang dihadapi, baik bagi dirinya maupun bagi karyawan. Kepemimpinan pada golongan ini lebih populis dibanding pola yang terdahulu, karena dipandang memperhatikan masalah-masalah riil yang dihadapi karyawan. Dari masalah anak sakit sampai dengan kondisi keluarga. Dari masalah stamina sampai dengan nonton bola. Akibatnya, lingkungan kerja dapat mengarah pada budaya gosip, tetapi mengesampingkan penyelesaian tugas dan standar kinerja.
Pada pola yang ekstrim, kedua orientasi kepemimpinan di atas tidak ada yang efektif mengelola karyawan. Dengan kemampuan meramu dan menggabungkan keduanya, dalam banyak hal terbukti lebih efektif dalam menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi peningkatan kinerja karyawan.
MEMBANGUN KINERJA MELALUI PENINGKATAN KEMAMPUAN KARYAWAN

Menurut Gibson, kinerja individual karyawan selain dipengaruhi oleh faktor motivasi, juga oleh kemampuan karyawan. Karyawan dengan kemampuan teknis maupun operasional yang tinggi untuk sebuah tugas akan meningkatkan motivasi kerjanya. Dalam hal kemampuan karyawan, banyak yang bisa kita lihat bahwa seorang karyawan merasa termotivasi dan memiliki kinerja yang baik, jika seorang karyawan memiliki pengetahuan yang memadai terhadap bidang tugas dan tanggung jawabnya, kondisi fisik, adanya dukungan faktor keluarga serta tidak adanya hambatan geographic.

Sehingga menjadi kewajiban bagi manajemen untuk meningkatkan pengetahuan karyawan. Dari berbagai sumber, diketahui bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh dari pendidikan formal, pelatihan, akses informasi maupun pengalaman. Untuk itu berbagai upaya yang dapat ditempuh adalah, penerapan program tugas belajar dalam rangka meningkatkan level pendidikan karyawan. Cara yang digunakan dapat ‘paruh waktu’ maupun penuh waktu. Banyak perusahaan mencarikan program tugas belajar karyawanya dengan program week-end, agar tidak mengganggu waktu kerjanya di perusahaan. Manfaat lainnya bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dalam bangku kuliahnya dapat langsung diaplikasikan dalam pekerjaannya. Atau sebaliknya, bahwa persoalan-persoalan yang mereka jumpai dalam pekerjaan, dapat menjadi bahan diskusi dalam kegiatan kuliah. Terlepas dari apa jenis programnya, maupun sistem pembayaran pendidikanya, menyediakan kesempatan bagi karyawan untuk meningkatkan pendidikannya memberi jalan bagi peningkatan kinerjanya secara individual.

Selain melalui pendidikan formal, peningkatan pengetahuan dapat ditempuh melalui penyelenggaraan pelatihan teknis bagi karyawan. Meningkatkan akses informasi seputar topik pekerjaan karyawan dengan berbagai sarana dan teknologinya, serta memberikan ruang gerak yang lebih luas dan kreatif yang memungkinkan karyawan memperoleh pengalaman langsung dalam menjawab persoalan-persoalan pekerjaan sehari-hari. Banyak kegiatan yang dapat memperkaya pengalaman karyawan, seperti onward out-bond, diskusi mingguan, serta kegiatan-kegiatan rekreatif lainnya. Kesemuanya itu dapat menjadi sumber dan meningkatkan pengetahuan. Yang pada akhirnya nanti dapat meningkatkan motivasi kerja dan kinerja individual karyawan.

Tidak hanya itu, kemampuan karyawan dipengaruhi kondisi tubuh. Sehingga berusaha mengerti aspek-aspek yang mempengaruhi kondisi tubuh karyawan sangatlah penting. Kondisi tubuh dalam satu waktu dapat berbeda antar karyawantergantung pada beberapa hal, diantaranya: jenis kelamin laki-perempuan, umur tua-muda, kondisi sehat-sakit, hamil-tidak hamil dan seterusnya.

Selain itu, bahwa karyawan dapat memiliki kemampuan yang baik jika ada faktor dukungan keluarga dan tidak ada hambatan dalam faktor geografis. Dua hal terakhir ini, hampir sering luput dari perhatian pimpinan. Selain persoalan tersebut sangatlah ’dalam’ tetapi tidak banyak juga karyawan bersedia berbagi. Tetapi dua hal inilah dari banyak penelitian maupun fakta di lapangan sangat besar pengaruhnya bagi kemampuan karyawan dalam menyelesaikan tugas yang menjadi bagian kinerjanya. Bagaimana tidak, jika seorang karyawan dengan tingkat pengetahuan yang handal, dengan tingkat stamina yang prima dapat bekerja dengan baik, jika masalah-masalah keluarganya yang ada di rumah, tidak terselesaikan dan terbawa hingga ke kantor. Atau tiba-tiba dalam perjalanan menuju tempat kerja, terhalang banjir atau halangan kerusakan mesin mobilnya. Pastilah terganggu pelaksanaan tugas yang menjadi tanggungjawabnya.

Dari hal-hal tersebut di atas, ada beberapa sspek dalam meningkatkan kemampuan karyawan, diantaranya meliputi:
Pengetahuan (Pendidikan, pelatihan, informasi, pengalaman)
Kondisi Tubuh
Faktor Keluarga (demographical factors)
Faktor alamiah (geographical factors)
20 CARA TERBAIK MEMOTIVASI KARYAWAN*)

Kita semua mengalami masalah apakah pekerjaan kita itu sesuai dengan yang kita dambakan. Atas dasar alasan ini langkah pertama menuju penciptaan seorang tenaga kerja yang termotivasi seharusnya dengan cara menerima karyawan yang termotivasi dari dirinya sendiri. Caranya menurut Gerald Graham, Direktur Sekolah Bisnis Universitas Wichita State, adalah dengan mengkaji riwayat dan pengalaman mereka.

Sayangnya untuk kebanyakan manajer, pekerja yang mereka miliki adalah pekerja yang terpaksa. Dengan demikian, cara selanjutnya yang harus dilakukan adalah menemukan cara untuk mempercepat dorongan di dalam diri mereka menuju kesuksesan. Sebelum mencoba ini, para manajer harus mengetahui berbagai perilaku yang memotivasi mereka.

Bila tujuannya telah diketahui, para manajer dapat (1) memberikan kepada pekerja keterangan yang mereka perlukan untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang baik. Ini termasuk tujuan secara keseluruhan dan misi bisnis, pekerja yang perlu dikerjakan oleh Departemen khusus, dan aktivitas kerja tertentu yang mengharuskan berkonsentrasi pada pekerjaan tersebut. Bob Nelson, Wakil Presiden Pusat Penelitian Pengembangan Blanchard dan penulis “1001 Cara Memberikan Imbalan Karyawan”, mengatakan bahwa Komunikasi Yang Terbuka membantu pekerja merasa bahwa mereka berada di dalam keputusan-keputusan penting mengenai bisnis dan membantu mereka untuk memahami prakarsa yang melandasi bisnis tersebut.
Ia menambahkan, informasi itu seharusnya tidak hanya terdapat pada bagian sebelum akhir proyek atau tugas tapi juga terdapat di bagian tengah dan akhir. Dengan kata lain manajer harus (2) memberikan kesempatan umpan balik secara teratur. Seperti Ken Blanchard penulis buku “Manajer Satu Menit”, menekankan, “Pengaruh umpan balik adalah sarapan pagi para juara”.

Mengingat karyawan adalah para ahli pada pekerjaannya, para manajer harus (3) meminta masukan dari karyawan dan melibatkan mereka di dalam keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Suasana komunikasi terbuka dan berbagi komunikasi dua arah lebih memotivasi, jika hal itu menjadi suatu bagian pelengkap dalam menjalankan bisnis. Oleh karena itu perusahaan harus (4) membuat saluran komunikasi yang mudah dipergunakan, sehingga karyawan dapat menggunakannya untuk mengutarakan pertanyaan/kehawatiran mereka dan memperoleh jawaban. Sambungan telepon langsung, kotak saran, forum-forum kelompok kecil, tanya jawab dengan pimpinan dan “politik pintu terbuka” adalah beberapa cara yang dapat mendorong dan membesarkan hati karyawan untuk berbicara terus terang.

Salah satu tujuan terpenting komunikasi terbuka bagi para pimpinan adalah untuk (5) belajar dari para karyawan itu sendiri apa yang memotivasi mereka. Motivator dari dalam diri setiap orang berbeda, serta imbalan atas suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan baik harus dibakukan.

Saul Gellerman penulis “Motivating Superior Performance” menambahkan, “Tunjukkan rasa hormatmu terhadap individu dengan menanggapi tanda yang mereka tunjukkan tentang bagaimana mereka ingin diperlakukan dan jenis pekerjaan yang ingin mereka kerjakan.” Para manajer harus (6) mempelajari apa saja kegiatan-kegiatan lain yang pekerja lakukan bila mereka mempunyai waktu luang, dan kemudian menciptakan kesempatan bagi mereka untuk melakukan kegiatan itu secara lebih teratur.

Motivator terbaik adalah bila para manajer (7) memberi selamat secara pribadi kepada karyawan yang melakukan pekerjaan dengan baik. Pemberian selamat ini harus dilakukan khusus dan tepat waktu.. Suatu cara untuk memastikan penghargaan adalah agar para manajer (8) terus menerus memelihara hubungan dengan orang yang mereka bawahi. Bila penghargaan pada karywa tidak dapat dijalankan, para manajer harus (9) menulis Memo secara pribadi kepada mereka tentang hasil kinerja mereka. Karena tulisan tersebut merupakan penghargaan yang nyata, serta dampak atas “perasaan aman” itu berlangsung lama.

Bila manajer (10) menghargai karyawan karena pekerjaan mereka yang baik secara umum. Mereka akan menyatakan bahwa karyawa yang berprestasi mengagumkan telah mendapat perhatian positif dari semua orang. Mengingat kelompok adalah suatu kenyataan yang ada di dalam perusahaan, maka upaya-upaya penghargaan juga harus termasuk di dalamnya dan harus (11) meliputi pertemuan-pertemuan pembentukan moril seperti “merayakan kesuksesan yang dicapai kelompok” dan tidak perlu dibesaar-besarkan cukup dengan memberitahukan kelompok pada waktu yang tepat bahwa mereka telah mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik.

Tidak ada yang melemahkan motivasi karyawan lebih cepat selain pekerjaan rutin dan pekerjaan yang tidak menantang. Bila perusahaan ingin agar karyawan melakukan pekerjaan yang baik, maka harus (12) memberi karyawan satu pekerjaan yang baik untuk dikerjakan dan para manajer harus memperlihatkan kepada karyawan bagaimana mereka dapat berkembang dan memberi kesempatan untuk mempelajari kemampuan-kemampuan baru.

Langkah selanjutnya (13) memastikan apakah karyawan mempunyai sarana kerja yang terbaik. Sebagai contoh perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi kesenian cenderung menjadi tempat yang menyenangkan. Mempunyai perlatan canggih membuat karyawan bangga. Kebijakan perusahaan dan praktek manajemen mempunyai suatu kemampuan yang luar biasa untuk mendorong stau merusak motivasi seseorang.

Perusahaan yang kurang memiliki keinginan inspiratif dapat memperbaikinya dengan menggunakan kombinasi yang mana saja dari ke-7 cara berikut:
(14) Kenalilah kebutuhan-kebutuhan pribadi karyawan karena karyawan akan lebih terdorong untuk bekerja bagi perusahaan yang memperhatikan keperluan pribadinya. (15) Gagasan menggunakan kinerja sebagai sadar untuk promosi masih dianggap revolusioner. Membahas tentang kinerja, suatu perusahaan harus (16) menetapkan suatu kebijakan promosi dari dalam secara komprehensif. Kebijakan-kebijakan tersebut harus mencakup keamanan pekerjaan dengan (17) menegaskan komitmen perusahaan terhadap perkaryaan jangka panjang. Beberapa pernyataan menunjukkan bahwa karyawan menuntut komitmen perusahaan yang tinggi atas keamanan kerja, namun perusahaan akan melakukan hal tertentu yang memperlancar pengkaryaan jangka panjang.
Perusahaan yang (18) membantu berkembangnya rasa “bermasyarakat” sehingga karyawan akan merasa betah di dalamnya, telah hilang. Politik kerja dan semangat juang yang menurun akan merampas motivasi bahkan dari orang yang berorientasi pada prestasi sekalipun.
(19) Gajilah karyawan secara bersaing berdasarkan apa yang mereka kerjakan. Jika karyawan merasa diberi kompensasi (gaji) yang tepat, mereka tidak akan akan begitu tertuju pada lembarslip gaji mereka dan perusahaan dapat memperoleh prestasi karyawan lebih baik lagi dari imbalan yang tidak berhubungan dengan keuangan (nonfiancial).

Dengan struktur gaji yang kompetitif, sebuah perusahaan dapat memotivasi orang untuk perolehan yang lebih besar dengan (20) menawarkan “pembagian keuntungan” (profit sharing) kepada karyawan.
Kegiatan yang berdampak kuat pada jajaran karyawan paling bawah harus benar-benardikenali, karena karyawan harus mengtahui apa tujuan dari pekerjaannya. Selanjutkan agar uang mampu memotivasi karyawan, jumlahnya harus berarti bagi mereka.

Motivasi adalah bagaimana menghargai orang dengan martabatnya – sesuatu yang akhir-akhir ini sama sekali tidak ada lagi, dan sangat dibutuhkan bagi karywan yang mengalami stres berat atau terganggu syarafnya karena kecelakaan kerja.

Tuesday, April 13, 2010

SEBERAPA PENTINGKAH ANDA BAGI PERUSAHAAN

Apakah perusahaan menganggap anda sebagai aset penting? Mungkin
pertanyaan itu agak mengada-ada. Tetapi, mari kita merenungkan
pertanyaan itu. Alasan mengapa kita dipekerjakan adalah karena
perusahaan mengira bahwa; dengan mempekerjakan kita, roda bisnis
diperusahaan akan menjadi semakin kokoh. Sebab, jika perusahaan
tidak berpikir demikian, pasti bukan kita yang menduduki posisi itu
saat ini. Oleh karenanya, jika kita tidak benar-benar bisa
berkontribusi sesuai dengan harapan perusahaan, maka tidak ada lagi
alasan bagi perusahaan untuk terus mempekerjakan kita. Bukan begitu?

Seorang profesor hebat membimbing saya mempelajari Startegy Mapping.
Atas bimbingan beliau, saya bisa merangkum keseluruhan konstruksi
strategi perusahaan yang rumit dan kompleks hanya dalam satu bidang
datar yang mudah untuk dilihat. Seperti kita melihat peta dunia
melalui satelit. Lalu, sebuah kata sakti meluncur dari bibir Sang
Profesor: "Remember!" katanya. Tentu saja saya memasang telinga
lebar-lebar karena tidak ingin kehilangan kesempatan mendengar
nasihatnya."When you develop your corporate staretgy map, you have
to make sure that you are in the map," lanjutnya. Kamu harus
memastikan bahwa dirimu ada dalam peta itu.

Meskipun Sang Professor mengatakannya dengan nada setengah guyon,
namun makna dari pernyataan itu membekas dalam dihati saya. Tiba-
tiba saja saya teringat bahwa kita mempunyai peribahasa yang
berbunyi; pergi tak ganjil, datang tak genap. Jika anda mempunyai
sebuah kelompok yang terdiri dari beberapa orang. Setiap orang dalam
kelompok itu memberikan kontribusinya masing-masing untuk kemajuan
kelompok. Ketika salah satu anggota menghilang, maka ada
yang 'kurang' dalam kelompok itu. Seandainya kedalam kelompok anda
dimasukkan satu orang anggota baru. Namun, orang baru ini sama
sekali tidak memberikan kontribusi. Jadi, ketika orang itu ada,
kelompok anda tidak mendapatkan manfaat apa-apa. Dan ketika orang
itu tidak ada, kelompok anda tidak rugi apa-apa. Sungguh, pergi tak
ganjil, datang tak genap.

Jika hal itu berlaku bagi sebuah kelompok, maka tentu lebih penting
lagi maknanya bagi organisasi bisnis alias perusahaan. Pastilah
perusahaan hanya menginginkan orang yang bisa berkontribusi sesuai
dengan apa yang diharapkan. Jika kita tidak bisa memberi kontribusi
bermakna bagi perusahaan tempat kita bekerja; kelihatannya, kita
mesti bersiap-siap untuk dipersilakan pergi. Cepat atau lambat.

Mungkin ada orang yang berpikir; "Alaaaah, tenang saja. Perusahaan
gue besar banget. Untung terus. Market leader pula. Nggak mungkin
pake pehaka orang segala. Tenang saja!" Anggapan seperti inilah yang
sering membuat orang terlena. Mereka lupa, bahwa perusahaan yang
benar-benar dikelola dengan baik tidak akan menunggu bangkrut dulu
untuk menendang keluar orang-orang tak berguna. Justru mereka akan
setiap saat mengawasi dan menemukan siapa yang layak dihadiahi
penghargaan, dan siapa yang harus dikasih pesangon.

Dalam konteks perusahaan mem-phk karena kebangkrutan itu lain soal.
Orang-orang hebat pun bisa terkena dampaknya. Tetapi, konteks kita
adalah; ditendang dari perusahaan hebat hanya karena kita tidak
memberikan cukup andil dalam pengembangan bisnis perusahaan. Ini
tragis bukan? Sungguh, ketragisan seperti ini hanya bisa dihindari
jika kita bisa memberi arti bagi perusahaan. 'Arti' yang saya
maksudkan sama sekali tidak ada kaitannya dengan jabatan. Melainkan
dengan peran yang kita mainkan. Jadi, apakah anda seorang direktur
atau seorang janitor; saya tidak mau ambil pusing. Peran anda bagi
perusahaanlah yang menjadi sudut pandang penting bagi saya.

Tidak terlalu berarti jika kita menduduki jabatan penting –
Direktur, Manager, Supervisor, Koordinator, Apa saja - kalau
kontribusi kita kepada perusahaan lebih kecil dari bayaran yang kita
terima. Toh perusahaan akan cepat atau lambat mempertimbangkan untuk
mengganti kita dengan orang lain. Dan kita semua sudah tahu; bahwa
yang sering sekali diminta perusahaan untuk berhenti adalah mereka
yang punya posisi. Sedang para office boy, jarang diberhentikan.
Anda tahu mengapa? Karena para petugas kebersihan dan pesuruh
dikantor jelas-jelas memberikan kontribusi yang sangat penting bagi
perusahaan. Bisakah anda membayangkan sebuah perusahaan besar
berkantor megah dan mewah. Menggaji mahal para managernya. Tetapi,
WC dikantor itu tidak pernah dibersihkan. Gelas-gelas tidak dicuci.
Lantai tidak disapu. Adakah klien yang bersedia datang kesana untuk
menandatangani kontrak bisnis bernilai jutaan dolar? Tidak diragukan
lagi, peran mereka yang biasanya bergaji rendah itu sangat penting.
Kita semua memang sama pentingnya bagi perusahaan.

Masalahnya adalah; semakin tinggi posisi yang kita pegang, semakin
besar pula tuntutan perusahaan. Sangat jarang perusahaan yang
mempertimbangkan untuk menghire janitor baru supaya lantai kantor
mengkilat seperti kaca. Sebab, sehebat apapun seorang janitor; tidak
akan mampu mengepel lantai marmer menjadi semengkilat berlian. Tak
ada gunanya mengganti janitor lama dengan orang baru. Tapi, para
eksekutif seperti kita? Mungkin saja kita sudah menunjukkan performa
yang tinggi. Tetapi setinggi apa? Jika perusahaan pesaing
kinerjanya lebih tinggi, maka perusahaan kita tidak akan pernah
berhenti untuk mengejarnya. Bagaimana seandainya perusahaan
menyimpulkan bahwa kekalahan dalam bersaing itu disebabkan karena
eksekutifnya kalah kualitas dengan para eksekutif kompetitor?
Mungkinkah perusahaan menghire ekesekutif hebat untuk menggantikan
kita?

Saya memohon agar anda tidak salah faham. Saya sama sekali tidak
hendak menggugat kontribusi siapapun bagi perusahaan. Konteks kita
sekarang adalah untuk melakukan sedikit perenungan tentang diri kita
sendiri. Dengan perenungan ini, kita bisa menemukan dua manfaat.
Pertama, memeriksa kalau-kalau memang kita belum berkontribusi
tinggi. Maka penemuan ini hendaknya menyadarkan kita bahwa begitu
banyak potensi diri yang kita sia-siakan. Mulai saat ini; mari kita
gunakan potensi diri itu, untuk organisasi dan diri kita. Pada
akhirnya, toh organisasi akan memberi kita imbalan yang pantas
karena kinerja istimewa kita.

Kedua, memastikan bahwa memang kita sudah memberi kontribusi
maksimal. Maka, pastilah kita tidak disia-siakan. Karena kita adalah
aset penting bagi perusahaan. Tapi, hendaknya kita terbebas dari
kekeliruan kebanyakan orang. Mereka mengira bahwa orang-orang yang
berprestasi harus mendapatkan promosi. Ini tidak selalu betul.
Sebab, penghargaan tidak harus selalu berupa promosi jabatan. Jadi,
meskipun setelah bertahun-tahun anda bekerja dan berkontribusi namun
tidak kunjung dipromosikan; itu tidak berarti perusahaan meremehkan
anda. Sebab, posisi yang lebih tinggi tidak selalu ada. Dan kalaupun
posisi itu ada, tidak mungkin cukup untuk semua. Belum tentu pula
kita adalah orang yang cocok untuk jabatan itu. Misalnya, jika kita
seorang salesman yang hebat; yang selalu bisa menutup target dengan
memuaskan. Apakah itu berarti bahwa kita, harus dipromosikan menjadi
seorang Sales Manager?

Lagi pula, hal terpenting yang perlu kita pikirkan bukanlah
perlakuan perusahaan kepada kita, melainkan seberapa tinggi
kemampuan kita dalam berkontribusi. Selama kontribusi kita tinggi,
nilai kita tinggi. Dan setiap perusahaan bagus; sangat ingin
mempekerjakan orang-orang bagus, yang bernilai tinggi.

Jika saat ini anda sudah bekerja diperusahaan yang hebat, maka
memiliki nilai yang tinggi akan memastikan bahwa anda; ada didalam
peta strategi bisnis perusahaan itu. Artinya apa? Artinya, anda akan
selalu diterima untuk tetap berada dalam gerbong bisnis perusahaan.