Monday, April 26, 2010

Memahami Konflik dalam Organisasi, meningkatkan kinerja staff

Konflik dalam kehidupan sehari hari merupakan sesuatu hal yang mendasar dan esensial. Dalam organisasi , konflik mempunyai kekuatan yang dapat membangun kinerja staff, karena adanya variable yang bergerak bersamaan secara dinamis.
Dalam hal ini, konflik merupakan suatu proses yang wajar terjadi dalam suatu organisasi atau masyarakat.

Pengertian Konflik

Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentukminteraktif, yg terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Terutama konflik pada tingkatan individual, sangat dekat hUbungannya dengan stres.

Konflik dalam organisasi, menurut Minnery (1985) merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan. Konflik dalam organisasi, sering terjadi tidak simetris, terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993)

Sumber utama konflik dalam organisasi

Dalam sebuah organisasi khususnya organisasi besar, dalam hal pembagian kerja, sering menimbulkan konflik, antara unit kerja yang ada atau konflik antar organisasi. Timbulnya konflik ini dikarenakan adanya perbedaan tujuan antara satu pihak dengan pihak lain yang terlibat dalam konflik tersebut.
Oleh karena itu diperlukan kerjasama dan koordinasi antar struktur dalam organisasi atau antar organisasi sehingga dapat meminimalkan terjadinya perbedaan.

Ross (1993) mengemukakan ada dua sumber konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau kelompok, adalah adanya unsur persaingan dan unsur kekuatan. Menurut teori struktur, konflik dipicu oleh sosial adanya persaingan antara pihak-pihak yang berkepentingan.Tindakan terhadap pihak lain dalam pemikiran teori struktur social akan menciptakan tantangan nyata untuk meningkatkan solidaritas dan respon kolektif dalam menghadapi lawan. Selanjutnya pihak-pihak tersebut melakukan konsolodasi secara sadar sehingga membentuk suatu kekuatan dalam menghadapi konflik tersebut.

Disisi lain, Teori Psychoculttural melihat konflik sebagai kekuatan psikologi dan cultural.
Teori ini menunjukan bahwa suatu pihak perlu memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal dan tingkah laku pihak lain. Oleh karena itu kondisi social dan hubungan dengan pihak lain menjadi suatu hal penting untuk diperhatikan dalam menghadapi konflik, karena kondisi psikologis dan culutaral ini merupakan sebuah kekuatan nyata. .

Menangani konflik

Berdasarkan kedua sumber konflik di atas, memerlukan penanganan konflik yang berbeda. Teori structural menerangkan bahwa strategi manajemen konflik memerlukan perubahan kondisi organisasi pihak tersebut secara mendasar. Kepentingan yang divergen sangat sulit untuk dijembatani.

Sementara itu, Teori psychocultural, menekankan dalam manajemen konflik memfokuskan pada proses yang dapat mengubah persepsi atau mempengaruhi hubungan antara pihak-pihak kunci. Dalam pandangan teori ini kepentingan lebih bersifat subjektif dan dapat berubah disbanding dalam pandangan teori struktural

Penutup

Konflik harus dilihat dari dua aspek yaitu aspek struktural dan aspek psikokultural. Dari aspek struktural, konflik dipandang sebagai kepentingan. Dari aspek psikokultural, konflik dipandang ndang sebagai proses psikologi dan budaya dari pihak yang terlibat.
Stretegi mengatisi konflik dalam organisasi,
menurut Ross (1993) melalui Self-help strategy.
Tips dan Trik MewujudkanPELAYANAN PRIMA

Unsur dlm Pelayanan Prima
 Efektif
 Efisien
 Aman
 Nyaman
 Memuaskan

Manfaat Pelayanan Prima bagi RS
 Mencerminkan produktivitas RS
 Balancad Score-Card tinggi, dari aspek:
 financial measurement
 marketing perspective
 production & operational perspective
 human resource perspective
 Jalan Menuju RS Barokah

Bagaimana Mewujudkannya?
 bicara “fokus pada pelanggan” maka konteks seharusnya adalah pada “pelanggan internal dan eksternal.”
 Tidak mungkin terjadi “fokus pada pelanggan” tanpa didahului oleh “fokus pada karyawan.”
 Harus fokus pada peningkatan KINERJA KARYAWAN

Kinerja Karyawan tergantung pada (Gibson):
 Motivasi
 Kemampuan
 Lingkungan kerja

Apa sebenarnya yg dibutuhkan karyawan (Maslow):
 Physiological Needs (Kebutuhan fisiologis/dasar/pokok)
 Safety Needs (kebutuhan akan rasa aman).
 Social/Affiliation Needs (kebutuhan untuk bersosialisasi)
 Esteem Needs (kebutuhan harga diri).
 Self-actualization Needs (kebutuhan aktualisasi diri).

Ada apa dengan Kemampuan karyawan?
 Pengetahuan (Pendidikan, pelatihan, informasi, pengalaman)
 Kondisi Tubuh
 Faktor Keluarga (demographical factors)
 Faktor alamiah (geographical factors)

Lingkungan kerja
 Struktur tugas dan pola kerja
 Kompleksitas pekerjaan
 Pola kepemimpinan dan kerjasama
 Ketersediaan alat sarana kerja
 Imbalan (reward system)

Tips Memotivasi Karyawan
 Komunikasi Yang Terbuka: memberikan kepada pekerja keterangan yang mereka perlukan untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang baik
 memberikan kesempatan umpan balik secara teratur
 meminta masukan dari karyawan dan melibatkan mereka di dalam keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka
 Membuat saluran komunikasi yang mudah dipergunakan, sehingga karyawan dapat menggunakannya untuk mengutarakan pertanyaan/kehawatiran mereka dan memperoleh jawaban.
 Sambungan telepon langsung, kotak saran, forum-forum kelompok kecil, tanya jawab dengan pimpinan dan “politik pintu terbuka”
 belajar dari para karyawan itu sendiri apa yang memotivasi mereka.
 mempelajari apa saja kegiatan-kegiatan lain yang pekerja lakukan bila mereka mempunyai waktu luang, dan kemudian menciptakan kesempatan bagi mereka untuk melakukan kegiatan itu secara lebih teratur.
 memberi selamat secara pribadi kepada karyawan yang melakukan pekerjaan dengan baik.
 terus menerus memelihara hubungan dengan orang yang mereka bawahi
 menulis Memo secara pribadi kepada mereka tentang hasil kinerja mereka.
 menghargai karyawan karena pekerjaan mereka yang baik secara umum
 meliputi pertemuan-pertemuan pembentukan moril seperti “merayakan kesuksesan yang dicapai kelompok”
 memberi karyawan satu pekerjaan yang baik untuk dikerjakan
 apakah karyawan mempunyai sarana kerja yang terbaik.
 Kenalilah kebutuhan-kebutuhan pribadi karyawan
 Gagasan menggunakan kinerja sebagai dasar untuk promosi
 menetapkan suatu kebijakan promosi dari dalam secara komprehensif.
 menegaskan komitmen perusahaan terhadap perkaryaan jangka panjang
 membantu berkembangnya rasa “bermasyarakat”
 Gajilah karyawan secara bersaing berdasarkan apa yang mereka kerjakan
 menawarkan “pembagian keuntungan” (profit sharing) kepada karyawan.
Manajer Sukses vs Manajer Efektif
By cokroaminoto

Oleh: Ir. Bambang Adi Subagio, M.M.

Mana yang lebih penting, menjadi manajer sukses atau menjadi manajer efektif? Jika dihadapkan pada pertanyaan ini mungkin Anda sedikit bingung. Apakah manajer efektif tidak otomatis menjadi manajer sukses? Bukankah seseorang manajer disebut sukses karena dia efektif? Nah sebelum ngelantur lebih jauh sebaiknya kita menyamakan bahasa terlebih dulu. Manajer sukses adalah manajer yang mempunyai indeks sukses di atas rata-rata manajer lainnya, di mana indeks sukses merupakan rasio antara tingkat manajerial yang berhasil dicapai dan masa kerja. Manajer efektif, di lain pihak, adalah manajer yang berhasil mencapai prestasi kerja tinggi dibanding dengan standar yang telah ditentukan, serta mampu melakukan pekerjaan melalui orang lain dengan tingkat kepuasan dan komitmen yang tinggi. Dalam kenyataan memang tidak tertutup kemungkinan bahwa seorang manajer sukses sekaligus juga menjadi manajer efektif. Namun karakteristik kedua jenis manajer ini tetap dapat dibedakan.

Tahukah Anda tugas atau pekerjaan manajer pada umumnya? Jawaban yang paling populer mungkin adalah POAC (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling). Maka tidak heran apabila Anda juga menjawab demikian. Hal ini dapat dimengerti karena dalam kurun waktu yang cukup lama – sejak Henri Fayol mengemukakan pemikirannya yang sangat terkenal ‘The five Fayolian functions of management’ (Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, dan Controlling) – para manajer sejagad meyakini (atau diyakinkan) bahwa tugas atau pekerjaan manajer hanya melakukan kelima fungsi manajemen tersebut. Namun berdasarkan penelitian beberapa pakar manajemen, di antaranya Henry Mintzberg, John Kotter dan Fred Luthans diperoleh gambaran yang lebih komprehensif bahwa tugas manajer sebenarnya tidak hanya melakukan kelima fungsi manajemen seperti yang dikemukakan oleh Fayol tersebut.

Mintzberg mengatakan bahwa pekerjaan manajer terdiri dari banyak pekerjaan pendek (brief) yang tidak selalu berkesinambungan (disconnected) dan mereka sering terlibat dalam hubungan dengan banyak orang, baik di dalam maupun di luar organisasi. Lebih jauh dikatakan pula bahwa manajer mempunyai banyak peran dan mereka melakukan pekerjaan sesuai dengan peran yang dimainkannya. Dalam hal hubungan interpersonal, manajer berperan sebagai figur kepala, pemimpin dan penghubung. Dalam hal informasional mereka berperan sebagai pengawas, penyebar informasi dan juru bicara. Kemudian sebagai pengambil keputusan mereka berperan sebagai wirausaha, pemecah masalah, pengalokasi sumber daya, dan negosiator.

John Kotter dari Harvard Business School menambahkan bahwa pekerjaan manajer tidak hanya melulu melakukan ‘Fayolian functions’. Lebih dari itu para manajer menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk berinteraksi dengan orang lain, melalui pertemuan-pertemuan guna mendapatkan dan/atau memberi informasi, yang oleh Kotter disebut sebagai ‘membangun jejaring (networking)’. Melalui cara ini manajer dapat membuat ‘agenda’ sebagai hasil kompromi, serta sedikit melonggarkan kekakuan di antara mereka yang kadang-kadang terjadi karena masing-masing mempunyai sasaran berbeda.

Manajer Sukses vs Efektif : Empat Aktivitas Manajerial

Yang terakhir adalah penelitian oleh Fred Luthans dari University of Nebraska, Lincoln. Luthans mengelompokkan pekerjaan manajer dalam empat aktivitas manajerial sebagai berikut:

Komunikasi, yaitu aktivitas yang meliputi pertukaran informasi secara rutin dan pemrosesan pekerjaan tulis-menulis.
Manajemen tradisional, yaitu aktivitas yang terdiri dari perencanaan, pengambilan keputusan dan pengendalian.
Manajemen sumber daya manusia, yaitu aktivitas yang berkaitan dengan aspek perilaku, misalnya motivasi/pemberian dukungan, pendisiplinan/penghukuman, manajemen konflik, staffing, dan pelatihan/pengembangan.
Jejaring (networking), yaitu aktivitas yang meliputi sosialisasi/berpolitik, berinteraksi de-ngan pihak luar, serta hal-hal ‘chit chat’ lainnya yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.
Luthans dapat dikatakan menampilkan uraian tentang pekerjaan manajer yang paling lengkap dibanding Fayol, Mintzberg dan Kotter. Diskripsinya mencakup pendapat klasik dari Fayol (aktivitas manajemen tradisional), aktivitas komunikasi dari Mintzberg dan aktivitas jejaring dari Kotter. Tambahan dari Luthans yang cukup penting dan melengkapi adalah aktivitas manajer pada manajemen sumber daya manusia.

Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan oleh para manajer sukses dan manajer efektif, Luthans melakukan penelitian terhadap 248 manajer. Hasilnya menunjukkan bahwa hampir sepertiga waktu dan tenaga mereka digunakan pada aktivitas komunikasi, sekitar sepertiga pada aktivitas manajemen tradisional, seperlima pada manajemen sumber daya manusia dan kurang-lebih seperlima pada aktivitas jejaring.

Selain melakukan penelitian secara umum tentang aktivitas manajer, Luthans juga melakukan penelitian secara khusus untuk mengamati apa yang dilakukan oleh kelompok manajer sukses dan juga apa yang dilakukan oleh kelompok manajer efektif. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua kelompok tersebut mempunyai pola aktivitas manajerial yang berbeda.

Pada kelompok manajer sukses, terlihat nyata bahwa mereka mengalokasikan waktu dan tenaga paling banyak pada aktivitas jejaring (48%). Selanjutnya aktivitas komunikasi berada di urutan kedua (28%), manajemen tradisional di urutan ketiga (13%) dan sumber daya manusia adalah aktivitas yang alokasi waktunya paling sedikit (11%). Hal ini menunjukkan bahwa – dengan menggunakan kecepatan promosi sebagai ukuran sukses – manajer sukses lebih banyak menggunakan sebagian besar waktu dan tenaga mereka untuk bersosialisasi, berpolitik, dan berinteraksi dengan pihak luar dibandingkan dengan rekannya yang kurang sukses. Lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa manajer sukses tidak banyak menggunakan waktu dan tenaganya pada aktivitas manajemen tradisional atau pada manajemen sumber daya manusia.

Pada kelompok manajer efektif, aktivitas yang mendapat perhatian paling besar adalah komunikasi (44%), kemudian manajemen sumber daya manusia (26%), selanjutnya manajemen tradisional (19%), dan yang terakhir jejaring (11%). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa kontribusi relatif terbesar bagi manajer efektif berasal dari aktivitas yang berorientasi pada aspek manusia, yaitu komunikasi dan manajemen sumber daya manusia. Dengan sendirinya berarti pula bahwa bagi manajer efektif, aktivitas yang berkaitan dengan pembinaan jejaring kurang diprioritaskan, sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh manajer sukses.

Uraian di atas barangkali dapat Anda gunakanan sebagai acuan, atau setidak-tidaknya inspirasi, untuk mengembangkan karir Anda di masa depan – mau menjadi manajer sukses atau manajer efektif. Kalau mau menjadi manajer sukses, perluaslah jejaring dan keterampilan berkomunikasi, sedangkan bila ingin menjadi manajer yang efektif, asahlah kemampuan komunikasi dan penguasaan akan manajemen sumber daya manusia.

Melalui tulisan ini mudah-mudahan Anda mendapat inspirasi dan dapat menarik manfaat untuk memilih apakah Anda akan menjadi manajer sukses atau efektif, atau bahkan keduanya – sukses sekaligus efektif.
TEORI EKSPEKTANSI: Sebuah pendekatan konsep pemberian imbalan untuk meningkatkan motivasi pegawai
By cokroaminoto

Teori pengharapan (expectancy theory) pada dasarnya merupakan fungsi dari tiga karakteristik: (1) persepsi pegawai bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja (2) persepsi pegawai bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian) (3) nilai yang diberikan pegawai terhadap imbalan yang diberikan. Menurut Vroom’s expectancy theory, perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan akan meningkat jika seseorang merasakan adanya hubungan yang positif antara usaha-usaha yang dilakukannya dengan kinerja (Simamora, 1999). Perilaku-perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada hubungan positif antara kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan yang bernilai bagi dirinya (Nelson, 1996).

Para pegawai mendambakan bahwa kinerja mereka akan berkorelasi dengan imbalan-imbalan yang diperoleh dari organisasi. Para pegawai menentukan pengharapan mengenai imbalan dan kompensasi yang diterima jika tingkat kinerja tertentu dicapai. Pengharapan ini menentukan tujuan dan tingkat kinerja di masa yang akan datang. Pada tahap berikutnya seorang pegawai melakukan pekerjaan pada tingkat kinerja tertentu yang dievaluasi oleh organisasi; dan organisasi memberikan imbalan terhadap kinerjanya. Selanjutnya pegawai mempertimbangkan hubungan antara kinerja yang telah mereka berikan pada organisasi, imbalan yang mereka terima yang dikaitkan dengan kinerja serta kewajaran hubungan tersebut. Pada akhirnya pegawai menentukan tujuan dan pengharapan baru berdasarkan pengalaman sebelumnya dalam organisasi.

Jika pegawai melihat bahwa kerja keras dan kinerja yang tinggi diakui dan diberikan imbalan oleh organisasi, mereka akan mengharapkan hubungan seperti itu berlanjut terus di masa yang akan datang. Untuk mempertahankan pertalian antara kinerja dengan motivasi pegawai ini perlu adanya: penilaian kinerja pegawai yang akurat, imbalan yang langsung berhubungan dengan tingkat kinerja dan umpan balik dari para penyelia.

Dari teori di atas, diketahui bahwa: (1) pegawai akan termotivasi untuk berperilaku sehingga mereka mendapatkan imbalan yang berimbang terhadap kinerja mereka (2) pegawai termotivasi untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya (3) pegawai termotivasi untuk berperilaku dalam cara-cara yang mendapat pengukuhan dari pimpinan mereka atau pegawai lainnya (4) pegawai akan termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan yang mereka tentukan secara pribadi dan menerimanya meskipun khusus dan sulit.

Sementara itu, untuk meningkatkan kinerja pegawai, secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhinya, yaitu: variabel individu, variabel psikologis dan variabel organisasi.
Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung.

Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.
Kelompok variabel organisasi terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan disain pekerjaan.

Menurut Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu.
Menurut Mitchell dalam Timpe (1999), motivasi bersifat individu, dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat.

Mengingat sifatnya ini, untuk peningkatan kinerja individu dalam organisasi, menuntut para manajer untuk mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui suasana organisasi yang mendorong para pegawai untuk lebih propduktif. Suasana ini tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk sistem imbalan, standar, peraturan dan kebijakan, serta pemeliharaan komunikasi dan gaya kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA INDIVIDU: Respon Untuk Zaenul
By cokroaminoto

Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok (Ilyas, 1993). Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja individu, perlu dilakukan pengkajian terhadap teori kinerja. Secara umum faktor fisik dan non fisik sangat mempengaruhi. Berbagai kondisi lingkungan fisik sangat mempengaruhi kondisi karyawan dalam bekerja. Selain itu, kondisi lingkungan fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya faktor lingkungan non fisik. Pada kesempatan ini pembahasan kita fokuskan pada lingkungan non-fisik, yaitu kondisi-kondisi yang sebenarnya sangat melekat dengan sistem manajerial perusahaan.

Menurut Prawirosentono (1999) kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan mempunyai harapan masa depan. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Menurut Gibson (1987), model teori kinerja individu pernah dibahas dalam artikel lain di site ini.

Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Menurut Gibson (1987), variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung.

Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.

Kelompok variabel organisasi menurut Gibson (1987) terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. Penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi. Menurut Mitchell dalam Timpe (1999), motivasi bersifat individual, dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Mengingat sifatnya ini, untuk peningkatan kinerja individu dalam organisasi, menuntut para manajer untuk mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui suasana organisasi yang mendorong para pegawai untuk lebih propduktif. Suasana ini tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk pengaturan sistem imbalan, struktur, desain pekerjaan serta pemeliharaan komunikasi melalui praktek kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya.
MANUSIA DALAM PEKERJAAN, Sebuah Tinjuan Perilaku Organisasi: Respon untuk Epi


Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi. Kinerja organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya. Seluruh pekerjaan dalam perusahaan itu, para karyawanlah yang menentukan keberhasilannya. Sehingga berbagai upaya meningkatkan produktivitas perusahaan harus dimulai dari perbaikan produktivitas karyawan. Oleh karena itu, pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerjanya.

Karyawan sebagai individu ketika memasuki perusahaan akan membawa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan pengalaman masa lalunya sebagai karakteristik individualnya. Oleh karena itu, maaf-maaf kalau kita mengamati karyawan baru di kantor. Ada yang terlampau aktif, maupun yang terlampau pasif. Hal ini dapat dimengerti karena karyawan baru biasanya masih membawa sifat-sifat karakteristik individualnya.
Selanjutnya karakteristik ini menurut Thoha (1983), akan berinteraksi dengan tatanan organisasi seperti: peraturan dan hirarki, tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab, sistem kompensasi dan sistem pengendalian. Hasil interaksi tersebut akan membentuk perilaku-perilaku tertentu individu dalam organisasi. Oleh karena itu penting bagi manajer untuk mengnalkan aturan-aturan perusahaan kepada karyawan baru. Misalnya dengan memberikan masa orientasi.

Perilaku Organisasi

Pada tingkat individu, jika pegawai merasa bahwa organisasi memenuhi kebutuhan dan karakteristik individualnya, ia akan cenderung berperilaku positif. Tetapi sebaliknya, jika pegawai tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka cenderung untuk tidak tertarik melakukan hal yang terbaik (Cowling dan James, 1996) Untuk itu, ketika seseorang mempunyai ketertarikan yang tinggi dengan pekerjaan, seseorang akan menunjukkan perilaku terbaiknya dalam bekerja (Duran-Arenas et.al, 1998). Selanjutnya menurut Cowling dan James, tidak semua individu tertarik dengan pekerjaannya. Akibatnya beberapa target pekerjaan tidak tercapai, tujuan-tujuan organisasi tertunda dan kepuasan dan produktivitas pegawai menurun.

Di lain pihak, organisasi berharap dapat memenuhi standar-standar sekarang yang sudah ditetapkan serta dapat meningkat sepanjang waktu. Masalahnya adalah cara menyelaraskan sasaran-sasaran individu dan kelompok dengan sasaran organisasi; dan jika memungkinkan, sasaran organisasi menjadi sasaran individu dan kelompok. Untuk itu diperlukan pemahaman bagaimana orang-orang dalam organisasi itu bekerja serta kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka dapat memberikan kontribusinya yang tinggi terhadap organisasi.

Belajar dari Vroom

Menurut Teori Pengharapan, perilaku kerja merupakan fungsi dari tiga karakteristik: (1) persepsi pegawai bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja (2) persepsi pegawai bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian) (3) nilai yang diberikan pegawai terhadap imbalan yang diberikan. Menurut Vroom’s expectancy theory, perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan akan meningkat jika seseorang merasakan adanya hubungan yang positif antara usaha-usaha yang dilakukannya dengan kinerja (Simamora, 1999). Perilaku-perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada hubungan positif antara kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan yang bernilai bagi dirinya. Guna mempertahankan individu senantiasa dalam rangkaian perilaku dan kinerja, organisasi harus melakukan evaluasi yang akurat, memberi imbalan dan umpan balik yang tepat.
EMBANGUN KINERJA MELALUI PERBAIKAN LINGKUNGAN KERJA (2)

Dalam uraian terdahulu disebutkan bahwa struktur tugas, desain pekerjaan dan pola kepemimpinan merupakan bagian dari lingkungan kerja yang ikut mempengaruhi kinerja karyawan. Selain itu, masih ada tiga hal lainnya, yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah pola kerja sama, ketersediaan alat dan faktor reward.

Pola Kerjasama
Pola kerjasama merupakan bentuk-bentuk hubungan antar karyawan dalam perusahaan, yang memungkinkan seseorang dapat memperoleh dan memberikan respon terhadap suatu tugas. Pola kerjasama dalam organisasi merupakan implikasi dari pola kepemimpinan. Pola kepemimpinan tertentu dapat melahirkan sistem kerjasama flat atau berjenjang dalam perusahaan.
Tidak bisa membayangkan seorang karyawan dengan kemampuan bagus, melaksanakan tugas dengan pola ketergantungan yang tinggi dengan unit lain, tetapi pola kerjasama yang terbangun dalam perusahaan adalah berjenjang dan rumit. Bisa dipastikan bahwa, penyelesaian pekerjaanya mengalami hambatan.
Dalam hal ini kinerja karyawan, pada akhirnya dihadapkan pada pola kerjasamanya.

Pola kerjasama, juga dapat menciptakan pola yang terbuka atau tertutup, baik dalam unit sendiri maupun dengan unit lain.
Pola kerjasama yang terbuka memungkinkan antar karyawan dalam unitnya sendiri maupun dengan unit lain dapat berhubungan dan saling membantu. Kondisi semacam ini hampir tidak ada masalah. Tetapi bagaimana jika yang terjadi adalah, pola kerjasama tertutup dalam unit sendiri, maupun dengan unit lain. Kondisi ini biasanya dipicu adanya ’ketidakadilan eksternal’ terhadap hal-hal yang diterima karyawan, baik dalam hal pembagian tugas, kesulitan pekerjaan, pola kepemimpinan, kekompakan, kecanggihan alat dan imbalan. Adanya ketidakadilan eksternal dapat menciptakan kondisi saling curiga antar karyawan atau antar unit kerja, yang selanjutnya dapat berdampak pada banyak hal. Bukan tidak mungkin, kalau kemudian dalam suatu unit kerja akan menilai unit-unit lain sebagai unit yang ’kering’ atau ’basah’ dan seterusnya.
Sehingga pemahaman manajemen dan itikad untuk melakukan perbaikan pola kerjasama dalam perusahaan akan memberi jalan bagi peningkatan kinerja, baik bagi kinerja individual maupun kinerja organisasi.

Ketersediaan alat kerja

Tahu nggak, kalau tersedianya alat kerja itu sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Bagaimana tidak, jika seorang karyawan dengan pekerjaan, anggap saja misalnya, memeriksa sediaan (specimen) di laboratorium. Notabene pekerjaan tersebut menuntut tingkat ketelitian yang tinggi. Bagaimana jika tidak ada mikroskop? Bagaimana jika lensa mikroskop sudah buram, tidak jelas lagi. Dapat dipastikan bahwa pekerjaannya tidak dapat terselesaikan. Kalaupun selesai, bahwa pekerjaan itu membawa risiko mengalami error-rate yang tinggi.

Banyak pekerjaan dengan indikator kinerja di dalamnya, menuntut tersedianya alat dengan spesifikasi tertentu dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Ini memberi isyarat bahwa, seorang manajer harus mengetahui kebutuhan alat standar dan cukup tersedia bagi karyawan. Sehingga berbagai kegiatan pembelian dan perbaikan alat kerja harus memperhatikan standar kerja dan jumlah karyawan. Untuk pengadaan alat berdasarkan jumlah karyawan ini-jika tidak memungkinkan, dapat ditempuh upaya penjadwalan

Imbalan

Reward atau imbalan dalam membangun kinerja karyawan keberadaannya sangat vital. Tapi jangan dulu terburu-buru, punya pandangan bahwa untuk meningkatkan kinerja karyawan harus diberi gaji yang besar. Imbalan tidak selalu berwujud (tangible), ada imbalan yang tidak berwujud (untangible). Namun, baik berwujud atau tidak berwujud, reward harus ada dan tepat pemberiannya. Tidak semua pemberian yang dari manajer kepada karyawan dapat diartikan sebagai imbalan. Menurut Lawler, disebut imbalan jika seseorang menerima pemberian atas hasil kerjanya, baik berwujud maupun tidak, dan pemberian itu meningkatkan semangat kerjanya untuk melakukan pekerjaannya dengan lebih baik.

Berbagai macam cara, perusahaan menghargai karyawan dalam bentuk dan macam imbalan. Imbalan yang lazim adalah gaji. Namun pemberian gaji seringkali menimbulkan persoalan, jika tidak memperhatikan keragaman karyawan. Menurut Kumala I. Suryo, pemberian gaji harus digolong-golongkan. Penggolonganya paling tidak mempertimbangkan faktor-faktor pengetahuan, usaha-usaha, tanggung jawab, serta kondisi lingkungan yang dituntut agar pekerjaan terlaksana.
Selain gaji, beberapa perusahaan memberikan imbalan prestasi kerja-berdasarkan evaluasi kinerja (performance appraisal), Suggestion System yaitu penghargaan berdasarkan atas ide karyawan. Ada lagi pemberian penghargaan atas kehadiran karyawan dan masa kerja seperti disampaikan Tri Anna D dalam e-mailnya.
Lain diperusahaan kertas, lain pula di perusahaan telekomunikasi. Di perusahaannya tempat bekerja, Heru menyatakan bahwa sistem imbalan dan penghargaan untuk karyawan dilakukan dalam bentuk:
Masa Kerja berupa Uang Tunai dan Sertifikat/Medali
Kinerja Individu berupa Promosi Tingkatan atau Jabatan
Kinerja Organisasi berupa insentif atas pencapaian kinerja yang bervariasi
Inovasi berupa Uang Tunai dan Sertifikat Pengakuan
Apresiasi Prestasi Kerja Bulanan
Apresiasi Unit Kerja Terbaik (melalui survey kepada customer internal)
Karyawan Teladan Tahunan
Mitra Kerja Teladan Tahunan
Penghargaan Naik Haji/Ziarah untuk mereka yang aktif dalam kegiatan keagamaan
Selanjutnya untuk penyerahan setiap penghargaan tersebut dilakukan dalam satu forum pertemuan seluruh karyawan sehingga ada aspek recognizing-nya.

Sayangnya, banyak pekerjaan yang sudah dilaksanakan dengan baik tidak mendapat imbalan dari atasan. Kasus-kasus seperti ini sering memicu rasa frustasi pada karyawan. Namun banyak manajer merasa sudah memberikan imbalan, tetapi kenyataannya malah menimbulkan ketidaknyamanan pada karyawaan. Hal ini karena imbalan diberikan secara tidak tepat. Banyak contoh yang terjadi dalam pemberian penghargaan promosi jabatan dalam tugas baru di luar kota, sementara keluarga dan kehidupan rutinnya tempatnya berada jauh dari tempat kerja sekarang.

Selain ada-tidaknya dan ketepatan pemberiannya, masalah imbalan biasanya menyangkut nilai keadilan yang dirasakan oleh karyawan. Dalam pemberian imbalan harus dipertimbangkan nilai keadilan internal maupun eksternal. Secara internal, ketika menerima imbalan dari atasannya, seorang karyawan akan menilai apakah pemberian itu sebanding atau tidak dengan pengorbanan yang sudah ia keluarkan. Sering terlihat, seorang karyawan menggerutu, dan menilai betapa pelit atasanya dalam memberi imbalan. Sementara karyawan merasa bahwa perjuangannya sangat maksimal untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Karyawan merasa tidak adil penghargaan yang diterimanya, jika dibandingkan pengorbanan yang sudah dikeluarkan.

Kalaupun tidak ada masalah dalam keadilan internal, pemberian imbalan kadang bermasalah dalam keadilan eksternalnya. Secara eksternal, ketika karyawan menerima imbalan dari atasanya, ia akan membandingkan dengan imbalan yang diterima orang lain-yang selevel, baik dalam unit sendiri maupun di unit kerja yang lain. Jika karyawan merasa bahwa imbalan yang diterimanya dirasakan masih lebih rendah dari orang lain sebagai pembandingnya, maka masaih ada masalah keadilan eksternal dalam sistem imbalannya.

Maknanya, bahwa dalam membangun kinerja karyawan harus ada imbalan. Imbalan dapat berwujud maupun tidak. Pemberiannya harus tepat, menurut waktu mapun kebutuhan karyawan. Sistem pemberiannya harus dapat dirasakan adil, baik secara internal maupun eksternal.

Penutup
Kalau hal-hal dalam struktur tugas, desain pekerjaan, pola kepemimpinan, pola kerjasama, ketersediaan alat kerja dan imbalan dapat diwujudkan, maka tidak sulit untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan di tempat tugas. Pada gilirannya, karyawan akan meningkatkan kinerjanya. Hal-hal yang paling dekat yang dapat dilihat, bahwa semangat kerja karyawan meningkat, kohesivitas kelompok tinggi, penyelesaian tugas membaik, menurunnya angka absensi. Dan ini dapat kita mulai sejak dari sekarang, dari hal yang paling sederhana di tempat kerja. Semoga….
MEMBANGUN KINERJA KARYAWAN MELALUI PERBAIKAN LINGKUNGAN KERJA

Lingkungan kerja
Lingkungan kerja menunjuk pada hal-hal yang berada di sekeliling dan melingkupi kerja karyawan di kantor. Kondisi lingkungan kerja lebih banyak tergantung dan diciptakan oleh pimpinan, sehingga suasana kerja yang tercipta tergantung pada pola yang diciptakan pimpinan. Lingkungan kerja dalam perusahaan, dapat berupa:
Struktur tugas
Desain pekerjaan
Pola kepemimpinan
Pola kerjasama
Ketersediaan sarana kerja
Imbalan (reward system)

Struktur tugas
Struktur tugas menunjuk pada bagaimana pembagian tugas dan wewenang itu dilaksanakan. Sehingga ada kejelasan tentang ’siapa bertanggung jawab apa’ serta keberadaan mekanisme pelaksanaan tugas dalam hal ”siapa bertanggung jawab kepada siapa. Struktur tugas harus jelas, dan mekanisme harus dijalankan. Jika tidak, bukan tidak mungkin seorang karyawan tidak dapat bekerja, jika mereka tidak tahu harus mengerjakan apa. Atau banyak orang yang mengendalikan atau memberi perintah langsung pada seorang karyawan, sehingga karyawan tidak tahu tugas mana yang harus diselesaikan. Akibatnya ia tidak dapat mengerjakan satupun. Untuk itu, sudah menjadi kewajiban manajemen untuk menjamin, bahwa struktur tugas bagi setiap karyawan harus jelas, beserta mekanisme dan herarki pelaksanaan tugas dipatuhi. Dalam pekerjaan karyawan yang berbentuk kelompok, maka susunan dan uraian tugas harus jelas, berikut penjadwalan waktunya.

Desain pekerjaan
Desain pekerjaan menggambarkan kompleksitas dan tingkat kesulitan suatu tugas yang dikerjakan seorang karyawan. Jika seorang karyawan merasa bahwa tugas itu terlampau sulit dan harus melibatkan banyak fihak, maka dipastikan bahwa seorang karyawan akan dapat menyelesaikannya. Sehingga manajemen harus dapat menjamin bahwa tugas yang diberikan, dapat diselesaikan. Untuk mengupayakannya biasanya sebuah tugas disertai petunjuk teknis atau manual pelaksanaan, disamping disediakan kesempatan untuk karyawan berkonsultasi serta dilakukan pemantauan/pengendalian. Hal-hal tersebut memungkinkan karyawan dapat menyelesaikan tugasnya.

Pola Kepemimpinan
Pola Kepemimpinan mencerminkan model kepemimpinan yang diterapkan dalam mengelola karyawan. Ada sekelompok pemimpin menerapkan praktek kepemimpinan yang berorientasi pada penyelesaian tugas (task oriented). Pada golongan pemimpin ini, aspek-aspek individual karyawan kurang mendapat perhatian. Pola ini menekankan, apapun yang dilakukan karyawan dan bagaimanapun kondisi yang terjadi pada karyawan tidak menjadi masalah. Asalkan tugas-tugas dapat diselesaikan. Pola-pola kepemimpiman demikian dapat berpengaruh pada penciptaan lingkungan kerja yang kurang baik bagi karyawan. Akibatnya ada perasaan tertekan pada karyawan. Lingkungan kerja yang tercipta penuh ketakutan mengarah ke frustasi. Jika ini berlangsung lama, maka yang terjadi adalah tingkat absensi karyawan tinggi, permintaan pindah antar unit kerja, bahkan puncaknya adalah permintaan keluar dari perusahaan dan pindah ke perusahaan yang lain.

Pada sekelompok pemimpin lainnya menerapkan pola kepemimpinan yang berorientasi pada manusia (human oriented). Pemimpin memusatkan perhatiannya pada kegiatan dan masalah kemanusiaan yang dihadapi, baik bagi dirinya maupun bagi karyawan. Kepemimpinan pada golongan ini lebih populis dibanding pola yang terdahulu, karena dipandang memperhatikan masalah-masalah riil yang dihadapi karyawan. Dari masalah anak sakit sampai dengan kondisi keluarga. Dari masalah stamina sampai dengan nonton bola. Akibatnya, lingkungan kerja dapat mengarah pada budaya gosip, tetapi mengesampingkan penyelesaian tugas dan standar kinerja.
Pada pola yang ekstrim, kedua orientasi kepemimpinan di atas tidak ada yang efektif mengelola karyawan. Dengan kemampuan meramu dan menggabungkan keduanya, dalam banyak hal terbukti lebih efektif dalam menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi peningkatan kinerja karyawan.
MEMBANGUN KINERJA MELALUI PENINGKATAN KEMAMPUAN KARYAWAN

Menurut Gibson, kinerja individual karyawan selain dipengaruhi oleh faktor motivasi, juga oleh kemampuan karyawan. Karyawan dengan kemampuan teknis maupun operasional yang tinggi untuk sebuah tugas akan meningkatkan motivasi kerjanya. Dalam hal kemampuan karyawan, banyak yang bisa kita lihat bahwa seorang karyawan merasa termotivasi dan memiliki kinerja yang baik, jika seorang karyawan memiliki pengetahuan yang memadai terhadap bidang tugas dan tanggung jawabnya, kondisi fisik, adanya dukungan faktor keluarga serta tidak adanya hambatan geographic.

Sehingga menjadi kewajiban bagi manajemen untuk meningkatkan pengetahuan karyawan. Dari berbagai sumber, diketahui bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh dari pendidikan formal, pelatihan, akses informasi maupun pengalaman. Untuk itu berbagai upaya yang dapat ditempuh adalah, penerapan program tugas belajar dalam rangka meningkatkan level pendidikan karyawan. Cara yang digunakan dapat ‘paruh waktu’ maupun penuh waktu. Banyak perusahaan mencarikan program tugas belajar karyawanya dengan program week-end, agar tidak mengganggu waktu kerjanya di perusahaan. Manfaat lainnya bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dalam bangku kuliahnya dapat langsung diaplikasikan dalam pekerjaannya. Atau sebaliknya, bahwa persoalan-persoalan yang mereka jumpai dalam pekerjaan, dapat menjadi bahan diskusi dalam kegiatan kuliah. Terlepas dari apa jenis programnya, maupun sistem pembayaran pendidikanya, menyediakan kesempatan bagi karyawan untuk meningkatkan pendidikannya memberi jalan bagi peningkatan kinerjanya secara individual.

Selain melalui pendidikan formal, peningkatan pengetahuan dapat ditempuh melalui penyelenggaraan pelatihan teknis bagi karyawan. Meningkatkan akses informasi seputar topik pekerjaan karyawan dengan berbagai sarana dan teknologinya, serta memberikan ruang gerak yang lebih luas dan kreatif yang memungkinkan karyawan memperoleh pengalaman langsung dalam menjawab persoalan-persoalan pekerjaan sehari-hari. Banyak kegiatan yang dapat memperkaya pengalaman karyawan, seperti onward out-bond, diskusi mingguan, serta kegiatan-kegiatan rekreatif lainnya. Kesemuanya itu dapat menjadi sumber dan meningkatkan pengetahuan. Yang pada akhirnya nanti dapat meningkatkan motivasi kerja dan kinerja individual karyawan.

Tidak hanya itu, kemampuan karyawan dipengaruhi kondisi tubuh. Sehingga berusaha mengerti aspek-aspek yang mempengaruhi kondisi tubuh karyawan sangatlah penting. Kondisi tubuh dalam satu waktu dapat berbeda antar karyawantergantung pada beberapa hal, diantaranya: jenis kelamin laki-perempuan, umur tua-muda, kondisi sehat-sakit, hamil-tidak hamil dan seterusnya.

Selain itu, bahwa karyawan dapat memiliki kemampuan yang baik jika ada faktor dukungan keluarga dan tidak ada hambatan dalam faktor geografis. Dua hal terakhir ini, hampir sering luput dari perhatian pimpinan. Selain persoalan tersebut sangatlah ’dalam’ tetapi tidak banyak juga karyawan bersedia berbagi. Tetapi dua hal inilah dari banyak penelitian maupun fakta di lapangan sangat besar pengaruhnya bagi kemampuan karyawan dalam menyelesaikan tugas yang menjadi bagian kinerjanya. Bagaimana tidak, jika seorang karyawan dengan tingkat pengetahuan yang handal, dengan tingkat stamina yang prima dapat bekerja dengan baik, jika masalah-masalah keluarganya yang ada di rumah, tidak terselesaikan dan terbawa hingga ke kantor. Atau tiba-tiba dalam perjalanan menuju tempat kerja, terhalang banjir atau halangan kerusakan mesin mobilnya. Pastilah terganggu pelaksanaan tugas yang menjadi tanggungjawabnya.

Dari hal-hal tersebut di atas, ada beberapa sspek dalam meningkatkan kemampuan karyawan, diantaranya meliputi:
Pengetahuan (Pendidikan, pelatihan, informasi, pengalaman)
Kondisi Tubuh
Faktor Keluarga (demographical factors)
Faktor alamiah (geographical factors)
20 CARA TERBAIK MEMOTIVASI KARYAWAN*)

Kita semua mengalami masalah apakah pekerjaan kita itu sesuai dengan yang kita dambakan. Atas dasar alasan ini langkah pertama menuju penciptaan seorang tenaga kerja yang termotivasi seharusnya dengan cara menerima karyawan yang termotivasi dari dirinya sendiri. Caranya menurut Gerald Graham, Direktur Sekolah Bisnis Universitas Wichita State, adalah dengan mengkaji riwayat dan pengalaman mereka.

Sayangnya untuk kebanyakan manajer, pekerja yang mereka miliki adalah pekerja yang terpaksa. Dengan demikian, cara selanjutnya yang harus dilakukan adalah menemukan cara untuk mempercepat dorongan di dalam diri mereka menuju kesuksesan. Sebelum mencoba ini, para manajer harus mengetahui berbagai perilaku yang memotivasi mereka.

Bila tujuannya telah diketahui, para manajer dapat (1) memberikan kepada pekerja keterangan yang mereka perlukan untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang baik. Ini termasuk tujuan secara keseluruhan dan misi bisnis, pekerja yang perlu dikerjakan oleh Departemen khusus, dan aktivitas kerja tertentu yang mengharuskan berkonsentrasi pada pekerjaan tersebut. Bob Nelson, Wakil Presiden Pusat Penelitian Pengembangan Blanchard dan penulis “1001 Cara Memberikan Imbalan Karyawan”, mengatakan bahwa Komunikasi Yang Terbuka membantu pekerja merasa bahwa mereka berada di dalam keputusan-keputusan penting mengenai bisnis dan membantu mereka untuk memahami prakarsa yang melandasi bisnis tersebut.
Ia menambahkan, informasi itu seharusnya tidak hanya terdapat pada bagian sebelum akhir proyek atau tugas tapi juga terdapat di bagian tengah dan akhir. Dengan kata lain manajer harus (2) memberikan kesempatan umpan balik secara teratur. Seperti Ken Blanchard penulis buku “Manajer Satu Menit”, menekankan, “Pengaruh umpan balik adalah sarapan pagi para juara”.

Mengingat karyawan adalah para ahli pada pekerjaannya, para manajer harus (3) meminta masukan dari karyawan dan melibatkan mereka di dalam keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Suasana komunikasi terbuka dan berbagi komunikasi dua arah lebih memotivasi, jika hal itu menjadi suatu bagian pelengkap dalam menjalankan bisnis. Oleh karena itu perusahaan harus (4) membuat saluran komunikasi yang mudah dipergunakan, sehingga karyawan dapat menggunakannya untuk mengutarakan pertanyaan/kehawatiran mereka dan memperoleh jawaban. Sambungan telepon langsung, kotak saran, forum-forum kelompok kecil, tanya jawab dengan pimpinan dan “politik pintu terbuka” adalah beberapa cara yang dapat mendorong dan membesarkan hati karyawan untuk berbicara terus terang.

Salah satu tujuan terpenting komunikasi terbuka bagi para pimpinan adalah untuk (5) belajar dari para karyawan itu sendiri apa yang memotivasi mereka. Motivator dari dalam diri setiap orang berbeda, serta imbalan atas suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan baik harus dibakukan.

Saul Gellerman penulis “Motivating Superior Performance” menambahkan, “Tunjukkan rasa hormatmu terhadap individu dengan menanggapi tanda yang mereka tunjukkan tentang bagaimana mereka ingin diperlakukan dan jenis pekerjaan yang ingin mereka kerjakan.” Para manajer harus (6) mempelajari apa saja kegiatan-kegiatan lain yang pekerja lakukan bila mereka mempunyai waktu luang, dan kemudian menciptakan kesempatan bagi mereka untuk melakukan kegiatan itu secara lebih teratur.

Motivator terbaik adalah bila para manajer (7) memberi selamat secara pribadi kepada karyawan yang melakukan pekerjaan dengan baik. Pemberian selamat ini harus dilakukan khusus dan tepat waktu.. Suatu cara untuk memastikan penghargaan adalah agar para manajer (8) terus menerus memelihara hubungan dengan orang yang mereka bawahi. Bila penghargaan pada karywa tidak dapat dijalankan, para manajer harus (9) menulis Memo secara pribadi kepada mereka tentang hasil kinerja mereka. Karena tulisan tersebut merupakan penghargaan yang nyata, serta dampak atas “perasaan aman” itu berlangsung lama.

Bila manajer (10) menghargai karyawan karena pekerjaan mereka yang baik secara umum. Mereka akan menyatakan bahwa karyawa yang berprestasi mengagumkan telah mendapat perhatian positif dari semua orang. Mengingat kelompok adalah suatu kenyataan yang ada di dalam perusahaan, maka upaya-upaya penghargaan juga harus termasuk di dalamnya dan harus (11) meliputi pertemuan-pertemuan pembentukan moril seperti “merayakan kesuksesan yang dicapai kelompok” dan tidak perlu dibesaar-besarkan cukup dengan memberitahukan kelompok pada waktu yang tepat bahwa mereka telah mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik.

Tidak ada yang melemahkan motivasi karyawan lebih cepat selain pekerjaan rutin dan pekerjaan yang tidak menantang. Bila perusahaan ingin agar karyawan melakukan pekerjaan yang baik, maka harus (12) memberi karyawan satu pekerjaan yang baik untuk dikerjakan dan para manajer harus memperlihatkan kepada karyawan bagaimana mereka dapat berkembang dan memberi kesempatan untuk mempelajari kemampuan-kemampuan baru.

Langkah selanjutnya (13) memastikan apakah karyawan mempunyai sarana kerja yang terbaik. Sebagai contoh perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi kesenian cenderung menjadi tempat yang menyenangkan. Mempunyai perlatan canggih membuat karyawan bangga. Kebijakan perusahaan dan praktek manajemen mempunyai suatu kemampuan yang luar biasa untuk mendorong stau merusak motivasi seseorang.

Perusahaan yang kurang memiliki keinginan inspiratif dapat memperbaikinya dengan menggunakan kombinasi yang mana saja dari ke-7 cara berikut:
(14) Kenalilah kebutuhan-kebutuhan pribadi karyawan karena karyawan akan lebih terdorong untuk bekerja bagi perusahaan yang memperhatikan keperluan pribadinya. (15) Gagasan menggunakan kinerja sebagai sadar untuk promosi masih dianggap revolusioner. Membahas tentang kinerja, suatu perusahaan harus (16) menetapkan suatu kebijakan promosi dari dalam secara komprehensif. Kebijakan-kebijakan tersebut harus mencakup keamanan pekerjaan dengan (17) menegaskan komitmen perusahaan terhadap perkaryaan jangka panjang. Beberapa pernyataan menunjukkan bahwa karyawan menuntut komitmen perusahaan yang tinggi atas keamanan kerja, namun perusahaan akan melakukan hal tertentu yang memperlancar pengkaryaan jangka panjang.
Perusahaan yang (18) membantu berkembangnya rasa “bermasyarakat” sehingga karyawan akan merasa betah di dalamnya, telah hilang. Politik kerja dan semangat juang yang menurun akan merampas motivasi bahkan dari orang yang berorientasi pada prestasi sekalipun.
(19) Gajilah karyawan secara bersaing berdasarkan apa yang mereka kerjakan. Jika karyawan merasa diberi kompensasi (gaji) yang tepat, mereka tidak akan akan begitu tertuju pada lembarslip gaji mereka dan perusahaan dapat memperoleh prestasi karyawan lebih baik lagi dari imbalan yang tidak berhubungan dengan keuangan (nonfiancial).

Dengan struktur gaji yang kompetitif, sebuah perusahaan dapat memotivasi orang untuk perolehan yang lebih besar dengan (20) menawarkan “pembagian keuntungan” (profit sharing) kepada karyawan.
Kegiatan yang berdampak kuat pada jajaran karyawan paling bawah harus benar-benardikenali, karena karyawan harus mengtahui apa tujuan dari pekerjaannya. Selanjutkan agar uang mampu memotivasi karyawan, jumlahnya harus berarti bagi mereka.

Motivasi adalah bagaimana menghargai orang dengan martabatnya – sesuatu yang akhir-akhir ini sama sekali tidak ada lagi, dan sangat dibutuhkan bagi karywan yang mengalami stres berat atau terganggu syarafnya karena kecelakaan kerja.

Tuesday, April 13, 2010

SEBERAPA PENTINGKAH ANDA BAGI PERUSAHAAN

Apakah perusahaan menganggap anda sebagai aset penting? Mungkin
pertanyaan itu agak mengada-ada. Tetapi, mari kita merenungkan
pertanyaan itu. Alasan mengapa kita dipekerjakan adalah karena
perusahaan mengira bahwa; dengan mempekerjakan kita, roda bisnis
diperusahaan akan menjadi semakin kokoh. Sebab, jika perusahaan
tidak berpikir demikian, pasti bukan kita yang menduduki posisi itu
saat ini. Oleh karenanya, jika kita tidak benar-benar bisa
berkontribusi sesuai dengan harapan perusahaan, maka tidak ada lagi
alasan bagi perusahaan untuk terus mempekerjakan kita. Bukan begitu?

Seorang profesor hebat membimbing saya mempelajari Startegy Mapping.
Atas bimbingan beliau, saya bisa merangkum keseluruhan konstruksi
strategi perusahaan yang rumit dan kompleks hanya dalam satu bidang
datar yang mudah untuk dilihat. Seperti kita melihat peta dunia
melalui satelit. Lalu, sebuah kata sakti meluncur dari bibir Sang
Profesor: "Remember!" katanya. Tentu saja saya memasang telinga
lebar-lebar karena tidak ingin kehilangan kesempatan mendengar
nasihatnya."When you develop your corporate staretgy map, you have
to make sure that you are in the map," lanjutnya. Kamu harus
memastikan bahwa dirimu ada dalam peta itu.

Meskipun Sang Professor mengatakannya dengan nada setengah guyon,
namun makna dari pernyataan itu membekas dalam dihati saya. Tiba-
tiba saja saya teringat bahwa kita mempunyai peribahasa yang
berbunyi; pergi tak ganjil, datang tak genap. Jika anda mempunyai
sebuah kelompok yang terdiri dari beberapa orang. Setiap orang dalam
kelompok itu memberikan kontribusinya masing-masing untuk kemajuan
kelompok. Ketika salah satu anggota menghilang, maka ada
yang 'kurang' dalam kelompok itu. Seandainya kedalam kelompok anda
dimasukkan satu orang anggota baru. Namun, orang baru ini sama
sekali tidak memberikan kontribusi. Jadi, ketika orang itu ada,
kelompok anda tidak mendapatkan manfaat apa-apa. Dan ketika orang
itu tidak ada, kelompok anda tidak rugi apa-apa. Sungguh, pergi tak
ganjil, datang tak genap.

Jika hal itu berlaku bagi sebuah kelompok, maka tentu lebih penting
lagi maknanya bagi organisasi bisnis alias perusahaan. Pastilah
perusahaan hanya menginginkan orang yang bisa berkontribusi sesuai
dengan apa yang diharapkan. Jika kita tidak bisa memberi kontribusi
bermakna bagi perusahaan tempat kita bekerja; kelihatannya, kita
mesti bersiap-siap untuk dipersilakan pergi. Cepat atau lambat.

Mungkin ada orang yang berpikir; "Alaaaah, tenang saja. Perusahaan
gue besar banget. Untung terus. Market leader pula. Nggak mungkin
pake pehaka orang segala. Tenang saja!" Anggapan seperti inilah yang
sering membuat orang terlena. Mereka lupa, bahwa perusahaan yang
benar-benar dikelola dengan baik tidak akan menunggu bangkrut dulu
untuk menendang keluar orang-orang tak berguna. Justru mereka akan
setiap saat mengawasi dan menemukan siapa yang layak dihadiahi
penghargaan, dan siapa yang harus dikasih pesangon.

Dalam konteks perusahaan mem-phk karena kebangkrutan itu lain soal.
Orang-orang hebat pun bisa terkena dampaknya. Tetapi, konteks kita
adalah; ditendang dari perusahaan hebat hanya karena kita tidak
memberikan cukup andil dalam pengembangan bisnis perusahaan. Ini
tragis bukan? Sungguh, ketragisan seperti ini hanya bisa dihindari
jika kita bisa memberi arti bagi perusahaan. 'Arti' yang saya
maksudkan sama sekali tidak ada kaitannya dengan jabatan. Melainkan
dengan peran yang kita mainkan. Jadi, apakah anda seorang direktur
atau seorang janitor; saya tidak mau ambil pusing. Peran anda bagi
perusahaanlah yang menjadi sudut pandang penting bagi saya.

Tidak terlalu berarti jika kita menduduki jabatan penting –
Direktur, Manager, Supervisor, Koordinator, Apa saja - kalau
kontribusi kita kepada perusahaan lebih kecil dari bayaran yang kita
terima. Toh perusahaan akan cepat atau lambat mempertimbangkan untuk
mengganti kita dengan orang lain. Dan kita semua sudah tahu; bahwa
yang sering sekali diminta perusahaan untuk berhenti adalah mereka
yang punya posisi. Sedang para office boy, jarang diberhentikan.
Anda tahu mengapa? Karena para petugas kebersihan dan pesuruh
dikantor jelas-jelas memberikan kontribusi yang sangat penting bagi
perusahaan. Bisakah anda membayangkan sebuah perusahaan besar
berkantor megah dan mewah. Menggaji mahal para managernya. Tetapi,
WC dikantor itu tidak pernah dibersihkan. Gelas-gelas tidak dicuci.
Lantai tidak disapu. Adakah klien yang bersedia datang kesana untuk
menandatangani kontrak bisnis bernilai jutaan dolar? Tidak diragukan
lagi, peran mereka yang biasanya bergaji rendah itu sangat penting.
Kita semua memang sama pentingnya bagi perusahaan.

Masalahnya adalah; semakin tinggi posisi yang kita pegang, semakin
besar pula tuntutan perusahaan. Sangat jarang perusahaan yang
mempertimbangkan untuk menghire janitor baru supaya lantai kantor
mengkilat seperti kaca. Sebab, sehebat apapun seorang janitor; tidak
akan mampu mengepel lantai marmer menjadi semengkilat berlian. Tak
ada gunanya mengganti janitor lama dengan orang baru. Tapi, para
eksekutif seperti kita? Mungkin saja kita sudah menunjukkan performa
yang tinggi. Tetapi setinggi apa? Jika perusahaan pesaing
kinerjanya lebih tinggi, maka perusahaan kita tidak akan pernah
berhenti untuk mengejarnya. Bagaimana seandainya perusahaan
menyimpulkan bahwa kekalahan dalam bersaing itu disebabkan karena
eksekutifnya kalah kualitas dengan para eksekutif kompetitor?
Mungkinkah perusahaan menghire ekesekutif hebat untuk menggantikan
kita?

Saya memohon agar anda tidak salah faham. Saya sama sekali tidak
hendak menggugat kontribusi siapapun bagi perusahaan. Konteks kita
sekarang adalah untuk melakukan sedikit perenungan tentang diri kita
sendiri. Dengan perenungan ini, kita bisa menemukan dua manfaat.
Pertama, memeriksa kalau-kalau memang kita belum berkontribusi
tinggi. Maka penemuan ini hendaknya menyadarkan kita bahwa begitu
banyak potensi diri yang kita sia-siakan. Mulai saat ini; mari kita
gunakan potensi diri itu, untuk organisasi dan diri kita. Pada
akhirnya, toh organisasi akan memberi kita imbalan yang pantas
karena kinerja istimewa kita.

Kedua, memastikan bahwa memang kita sudah memberi kontribusi
maksimal. Maka, pastilah kita tidak disia-siakan. Karena kita adalah
aset penting bagi perusahaan. Tapi, hendaknya kita terbebas dari
kekeliruan kebanyakan orang. Mereka mengira bahwa orang-orang yang
berprestasi harus mendapatkan promosi. Ini tidak selalu betul.
Sebab, penghargaan tidak harus selalu berupa promosi jabatan. Jadi,
meskipun setelah bertahun-tahun anda bekerja dan berkontribusi namun
tidak kunjung dipromosikan; itu tidak berarti perusahaan meremehkan
anda. Sebab, posisi yang lebih tinggi tidak selalu ada. Dan kalaupun
posisi itu ada, tidak mungkin cukup untuk semua. Belum tentu pula
kita adalah orang yang cocok untuk jabatan itu. Misalnya, jika kita
seorang salesman yang hebat; yang selalu bisa menutup target dengan
memuaskan. Apakah itu berarti bahwa kita, harus dipromosikan menjadi
seorang Sales Manager?

Lagi pula, hal terpenting yang perlu kita pikirkan bukanlah
perlakuan perusahaan kepada kita, melainkan seberapa tinggi
kemampuan kita dalam berkontribusi. Selama kontribusi kita tinggi,
nilai kita tinggi. Dan setiap perusahaan bagus; sangat ingin
mempekerjakan orang-orang bagus, yang bernilai tinggi.

Jika saat ini anda sudah bekerja diperusahaan yang hebat, maka
memiliki nilai yang tinggi akan memastikan bahwa anda; ada didalam
peta strategi bisnis perusahaan itu. Artinya apa? Artinya, anda akan
selalu diterima untuk tetap berada dalam gerbong bisnis perusahaan.

Wednesday, February 24, 2010

trik & tip promosi

Mikro Aria Promotion Concept


Buyer & Merchandising (wwn )
Mikro Aria Swalayan promotion concept
Objective
Untuk meningkatkan jumlah customer
Untuk meningkatkan jumlah penjualan (all product ) di Mikro Aria Swalayan
Untuk memberikan image / kesan harga murah di Mikro Aria Swalayan
Untuk meningkatkan loyalitas customer terhadap Miro Aria Swalayan
Untuk menciptakan atmosphere pada Mikro Aria Swalayan
Misi & sasaran :

Mencapai target margin yang ditetapkan oleh perusahaan.
Memformulasikan dalam bentuk konsep promosi
Mensosialisasikan program yang ada keseluruh departement

Usulan Metode promosi Mikro Aria Swalayan saat ini :
Promosi saat ini : Harga Special
a. Periode promosi 1 minggu ( dimulai pada hari Sabtu )
b. Kriteria produk yang fast moving / produk terkenal
c. Teknik display dengan floor display ( all item promosi
didisplay jadi satu )
d. POP material “Mikro Aria ( 29,5 cm X 34,5cm )
e. Cara penulisan, 1 POP untuk banyak produk ( dalam floor dis-
play tersebut )
f. Display di regular gondola / shelfing tidak ada POP material
g. Media promo ekstern berupa selebaran yang difoto copy dan
ditempel di toko

h. Teknik display dengan “ End Gondola “ yang hanya berisi 1 item
produk secara “ FULL atau BULKY “.
. Teknik display dengan “ Floor Display “ yang hanya berisi 1 atau
2 item produk yang merupakan cross merchandise, yang
didisplay secara “ FULL atau BULKY “.
( dengan metode display seperti ini maka harus disiapkan bebe-
rapa End Gondola atau Floor Display yang tidak disewakan
untuk display item promosi
i. Penulisan POP material : 1 POP material untuk 1 item produk.
j. Bahan POP material sesuai dengan SOP yang berlaku.
k. POP material untuk regular gondola sesuai dengan SOP yang
berlaku.
. Media promosi dengan leaflet serta mas media.
( konsep akan dibahas dengan team 7/ marketing )
Usulan periode promosi Mikro Aria Swalayan :
Usulan : Harga Hemat
a. Periode promosi : 1 bulan ( tanggal 1 s/d ahkir bulan )
: 2 minggu ( tanggal 16 s/d ahkir bulan )
b. Kriteria, produk yang mendapatkan discount dari
supplier
c. Tehknik display : produk display hanya di shelfing
regular, kecuali ada sewa dari supplier terhadap
End Gondola atau lainya.
d. POP material serta cara penulisan sesuai dengan
SOP yang berlaku.
e. Leaflet promosi diterbitkan satu kali tiap periode
promosi.

Pembagian item promosi Special Murah:
Food : 4 item
Non Food : 4 item
H B C : 4 item
Household : 4 item
Vegetable : 3 item
TOTAL : 15 item
Note : Ini hanya contoh, data penentuan jumlah item bisa dilihat dengan membandingkan kontribursi per dept/plu dengan total sales ( lihat data TOS )

Pembagian item promosi Harga Hemat :
Food : 25 item
Non Food : 25 item
H B C : 25 item
Household : 5 item
TOTAL : 80 item
Note : Ini hanya contoh, data penentuan jumlah item bisa dilihat dengan membandingkan kontribursi per dept/plu dengan total sales ( lihat data GOLD )

Buyer & Merchandising
G O A L
( by, wwn )

kutipan bisnis ritel swalayan

Arsip untuk ‘(09) Menghitung Modal’ Kategori
(9) Menghitung Modal
13 Desember 2007
Beberapa rekan mengirim email kepada saya menanyakan tentang “Berapa modal yang diperlukan?”. Pertanyaan itu kedengaran seperti merujuk pada pembangunan toko secara umum, maka jawaban paling diplomatis adalah : “Tergantung…….”. Tergantung pada seberapa besar toko yang hendak dibangun. Tergantung juga pada kebutuhan modal yang mana, modal keseluruhan termasuk lahan dan bangunan, atau hanya modal kerja toko saja. Namun jika pertanyaan itu merujuk pada “Madurejo Swalayan”, maka lebih baik akan saya beberkan saja pengalaman berikut ini.

“Madurejo Swalayan” berdiri di atas lahan agak memanjang ke belakang yang semula berupa sawah di pinggir jalan. Bagian depan dipakai untuk bangunan toko, bagian tengah untuk bangunan tempat kamar istirahat dan gudang, dan bagian belakang dibiarkan kosong untuk klangenan. Untuk keperluan hitung-hitungan ekonomi, saya akan mencuplik sebagian lahan saja yang memang benar-benar digunakan untuk bangunan tokonya sendiri termasuk kantor, kamar kecil dan mushola. Desain tata ruang yang ada sekarang ini sebenarnya tidak pas untuk toko ritel. Sebab, seperti pernah saya singgung sebelumnya, keputusan untuk membuka toko swalayan ini baru diikrarkan ketika bangunan sudah telanjur dimulai, artinya tidak direncana sejak sebelum membangun toko. Ini langkah yang tidak seharusnya ditiru.

***

Meskipun luas tokonya sendiri hanya sekitar 90 m2, tetapi total luas lahan yang saya alokasikan untuk keperluan toko adalah sekitar 200 m2. Ini karena area parkir yang disediakan cukup luas, juga bangunan kantor, kamar kecil serta mushola di belakang toko. Belum termasuk gudangnya. Sejujurnya, pengalokasian yang ada sekarang ini sebenarnya kurang efektif. Dengan kata lain, terlalu boros dalam penyediaan lahan. Jika pengaturan tata pemanfaatan lahan dapat lebih terencana sejak semula, mestinya tidak perlu seboros itu. Tapi baiklah, ini kisah ketelanjuran yang tidak patut dicontoh.

Saya perkirakan nilai lahan yang saya cuplik dari total lahan yang ada adalah sekitar Rp 40 juta,- . Luas total bangunannya sekitar 120 m2, saya anggap senilai Rp 180 juta,- termasuk prasarana bangunan toko. Maka, angka total Rp 220 juta,- saya gunakan sebagai pedoman bagi perhitungan total modal properti lahan dan bangunan untuk “Madurejo Swalayan”.

Untuk rencana toko di lokasi berbeda, dengan ukuran berbeda dan desain berbeda, tentu akan berbeda pula modal properti yang harus disediakan. Seorang teman saya malah berani menyewa ruangan seluas hanya 25 m2 untuk membuka toko swalayan mini. Seorang saudara saya lainnya membeli dan membangun toko sejenis seluas lebih dua kali luas “Madurejo Swalayan”. Jadi, sebaiknya tidak terpukau dengan luas toko, melainkan seberapa tingkat kemampuan dan keberanian kita untuk membobok celengan.

Saya pikir, apakah akan menyewa atau membeli lahan, bukanlah hal yang kritikal. Masih ada banyak faktor lainnya yang lebih kritikal untuk dipertimbangkan, antara lain tentang potensi pasar dan peluang pengembangannya. Inilah salah satu manfaat dari pembuatan bussiness plan sebelum memulai usaha, sehingga setiap alternatif bisa terlebih dahulu dikaji dengan cermat untung-ruginya, sebelum dieksekusi. Dalam kasus “Madurejo Swalayan”, ya karena memang sebelumnya sudah telanjur punya lokasi di situ.
Selanjutnya dihitung berapa modal tetap untuk prasarana toko yang antara lain meliputi rak-rak, perlengkapan kantor, sistem komputer dan sebagainya. Salah satu keuntungan melakukan perencanaan tata ruang adalah untuk mengoptimalkan biaya prasarana toko, tidak sekedar “gimana gitu, loh”.
Untuk keperluan komputerisasi dan kelengkapan piranti keras dan piranti lunak, sebenarnya biayanya tidak terlalu tinggi, wajar saja. Tetapi yang cukup “berbunyi” nilai uangnya adalah untuk keperluan rak-rak toko. “Madurejo Swalayan” memilih untuk menggunakan rak-rak seken (bekas) yang sudah direkondisi (kata lain untuk dicat-ulang). Harganya bisa setengahnya dibandingkan rak-rak baru untuk kualitas barang yang tergolong bagus. Itupun “bunyinya” sudah lebih Rp 33 juta,- untuk tahap awal sebelum beroperasi. Saya katakan tahap awal, karena biasanya seiring pergerakan usaha di tahun pertama akan memerlukan penambahan prasarana. Tentu saja mesti disesuaikan dengan kemampuan kita untuk menyediakan tambahan modal. Pendek kata, untuk kebutuhan modal prasarana toko setelah saya hitung-hitung telah mengalokasikan biaya sekitar Rp 50 juta,- lebih sedikit.

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menekan biaya modal prasarana toko adalah dengan membuat sendiri rak-raknya. Ini mudah dilakukan karena banyak toko yang menjual bahan-bahan komponennya, tinggal merangkai sendiri. Cara ini banyak dilakukan oleh toko-toko tradisional dan toko-toko besi atau bangunan. Jika alternatif ini yang diambil, maka konsekuensinya soal tampilan menjadi nomor dua. Ada juga yang membuat rak-raknya dari bahan kayu. Pokoknya, banyak pilihan deh….! Tinggal mengikuti selera masing-masing saja. Kalau saya membuat keputusan dengan pilihan seperti saya ceritakan di atas, itu karena pertimbangan masalah tampilan, harga jual kembali dan kekuatan rak dalam menahan beban. Selebihnya, terserah Anda……

Setelah modal tetap (properti dan prasarana) toko selesai dihitung, maka kemudian menghitung berapa modal kerjanya (untuk barang dan operasional). Yang saya maksudkan dengan modal kerja barang adalah modal awal yang diperlukan untuk kulakan barang dagangan untuk mengisi toko. Saya berpedoman pada pengalaman orang lain dalam ini, yaitu menggunakan pendekatan hitungan dengan angka rasio Rp 1 juta,- sampai Rp 1,5 juta,- per m2 luas toko. Untuk “Madurejo Swalayan” saya mengambil agak menengah, yaitu Rp 1,2 juta,- per m2. Maka untuk luas toko sekitar 90 m2, anggaran modal kerja yang disediakan sekitar Rp 108 juta,-. Jumlah uang inilah yang akan terus diputar dan harus dijaga agar jangan sampai berkurang. Syukur-syukur kalau usaha terus berkembang, justru perlu ditambah.

Kemudian, modal kerja operasional, yaitu modal awal yang harus disediakan untuk menutup biaya operasi bulanan toko sebelum toko mampu memberikan keuntungan. Besarnya tergantung dari rencana dan proyeksi yang sudah disusun dalam business plan, sehingga diketahui sampai kapan modal kerja operasional harus terus disediakan setiap bulan. Untuk “Madurejo Swalayan” saya menghitung diperlukan dana sekitar Rp 3,5 juta pada bulan pertama hingga Rp 5 juta-an di akhir tahun pertama. Dari mana angka itu? Dari hitung-hitungan awal perkiraan biaya operasi toko.

***

Nah, kini semua komponen modal toko sudah diketahui, yaitu : Modal tetap (properti dan prasarana toko) Rp 270 juta,- dan modal kerja (barang dagangan) Rp 108 juta,- plus modal kerja operasional setiap bulannya. Semua itu hanyalah angka-angka. Nilai rupiah yang sesungguhnya untuk setiap lokasi dan toko yang berbeda tentu tidak sama. Ada banyak variabel yang akan menentukan nilai modal yang sesungguhnya dibutuhkan.

Di atas semua itu, pengelola “Madurejo Swalayan” memilih untuk tidak meminjam modal dari bank atau koperasi (kecuali kalau ada teman atau saudara yang mau meminjami tanpa bunga, bagi hasil bolehlah dipikirkan…..). Pertimbangannya hanya agar hitung-hitungan dalam buku kas tidak menambah pening kepala. Belum lagi kalau keuntungan masih seret, masih ngos-ngosan dan masih harus bersabar, lalu tilpun datang bertubi-tubi dari bank menagih segera membayar cicilan. Wow………., terlalu sayang kalau urusan itu sampai membuat tidak nyenyak tidur, jadi ndak bisa mikir…. Sebab saya memprediksi bisnisnya “Madurejo Swalayan” ini tergolong jenis bisnis yang peningkatan keuntungannya sangat perlahan, susah untuk digeber (digenjot). Tapi, ini jalan pikiran saya lho…… Jadi, ya pokoknya diada-adakan saja modalnya……

Pinjam uang ke bank bukan hal yang salah, tapi perlu perhitungan matang sebelum memutuskannya. Lain ceritanya kalau mau buka supermarket atau hipermarket sekalian. Untuk kaliber ini kalaupun saya telat mencicil, saya tidak perlu pecicilan lari sipat-kuping, sebab bank akan “mengejar-ngejar” saya dengan cara yang dimanis-maniskan. Memang dimana-mana yang namanya pengusaha kecil apalagi baru calon pengusaha anak bawang, layak untuk di-keciani…….

Saya tidak berani meng-claim bahwa rumusan angka-angka di atas adalah yang terbaik atau layak digunakan sebagai referensi. Saya sepenuhnya sadar bahwa sebagai pemain baru dalam dunia persilatan bisnis ritel, yang dapat saya lakukan hanyalah sekedar berbagi pengalaman. Namun ada fakta yang telah saya catat, bahwa penyusunan business plan seperti ini akan sangat membantu dalam membuat keputusan yang pas sebelum memulai bisnis. Semakin teliti business plan disusun, akan semakin mendekati kenyataan.

Meski demikian, saya bermimpi kalau kelak “Madurejo Swalayan” akan membuka cabang di tempat lain, maka saya sangat confident untuk menggunakan angka-angka di atas sebagai referensi. Dan kalau bisa tetap dengan uang sendiri saja, sesedikit apapun, alias tidak ingin berurusan dengan bank. Saya tidak ingin “just lend it”, pokoknya pinjam saja dari bank.

Yang diceritakan oleh Pak Robert Kiyosaki dalam banyak bukunya adalah sistem perbankan di Amerika, dimana sistem perbankan sudah menjadi bagian keseharian dari masyarakatnya, dimana berurusan dengan bank adalah pekerjaan yang menyenangkan. Bukan di Indonesia, dimana urusan perbankan (baca : njam-pinnjam, cil-ciccil dan gih-taggih) masih menjadi urusan yang complicated bin njlimet bin tidur tak nyenynyak tak iye……., bagi sebagian besar masyarakatnya. Bukannya anti uang bank, melainkan dalam hal ini saya memilih cara konservatif saja dulu, sampai pada suatu saat nanti business plan saya mengindikasikan sebaliknya.

Madurejo, Sleman – 1 Pebruari 2006.
Yusuf Iskandar
Tag:business plan, komputer, madurejo, modal, modal kerja, modal tetap, rak, ritel, swalayan, tata ruang
Ditulis dalam (09) Menghitung Modal, C - MERENCANA BISNIS | 2 Komentar »
Arsip untuk ‘(35) Untung Atau Buntung?’ Kategori
(35) Untung Atau Buntung?
13 Desember 2007
Seperti biasanya, setiap kali tiba waktu gajian bagi pegawai “Madurejo Swalayan”, saya berusaha untuk menyempatkan memberikan presentasi tentang kinerja toko kepada segenap pegawai, disamping memberi refreshing tentang manajemen pelayanan. Saya menganggap mereka perlu tahu seperti apa hasil yang dicapai oleh kerja mereka setiap harinya. Tidak harus sampai membicarakan detil angka-angka nominalnya, tapi paling tidak mereka memperoleh gambaran umum pencapaian dan perkembangan usaha toko selama ini.
Barangkali kebiasaan saya ini tergolong tidak lazim. Mana ada pelayan toko kok diberitahu rahasia dapur juragannya. Dimana-mana juga umumnya hanya mereka yang berada di “level atas” saja yang tahu tentang hal-hal semacam ini. Tapi ya…., begitulah. Bagaimanapun juga, secara manajerial mereka adalah juga pemilik bisnis. Saya kesampingkan hubungan pelayan-juragan dalam konsep visi manajemen tradisional. Saya bawa mereka, yang adalah juga stakeholders, ke dalam konsep visi manajemen modern.
(Yen tak pikir-pikir……, jangan-jangan bisnis utama “Madurejo Swalayan” ini sebenarnya bukan bisnis ritel melainkan bisnis membangun visi. And if by chance ……, yen ndilalah, praktek bisnis visi ini ternyata menyublim menjadi bisnis ritel berjudul “Madurejo Swalayan”, maka manage-lah bersama-sama agar tujuan bisnis utamanya tercapai. Selama masih bernama bisnis, tentunya tetap saja profit-oriented).
***
Ketika saya baru menyelesaikan draft material presentasi untuk para pelayan toko atau pramuniaga, lalu dipamerkan kepada CFO saya, bahwa puji Tuhan kinerja toko di bulan keempat ini cukup bagus. Mendadak-sontak, CFO saya mbengok (teriak atau bicara dengan volume tinggi) : “Apanya yang bagus! Wong, uangnya habis untuk mbayar tagihan dan kulakan, malah hampir tidak cukup untuk mbayari pegawai!”. (Inilah untungnya kalau CFO-nya bekas pacar. Dibengoki yo nyengenges saja, tetap kedengaran mesra di telinga).
Rupanya memang masih ada “internal constraint” yang perlu dibenahi. Bahasa ilmu management-nya, komunikasi bisnis antara sesama tim manajemen toko ternyata belum sama dan sebangun. Sejauh apapun visi ke depan dilemparkan oleh CEO-nya, tapi rupanya sang CFO masih nggondheli (menahan di belakang) dengan visi tradisionalnya. Tidak perlu pethenthengan atau beradu tarik urat leher. Bagaimanapun juga harus disadari bahwa satu-satunya pengalaman kerja sang CFO ini adalah bertahun-tahun “kerja bakti” menjadi CFO rumah tangga dengan spesialisasi bidang ngecakke duwit blonjo (mengelola uang belanja).
Sebagai CFO rumah tangga, target kerjanya pun tidak baen-baen (sembarangan). Berapapun uang belanjanya (raw material), harus bisa mencapai target mencukupi dan memenuhi kebutuhan segenap keluarga (end product), sampai ke hal-hal yang kelihatannya tidak mungkin pun tetap harus cukup… kup…kup… kup…dan dicukup-cukupkan. Sungguh expertise yang luar biasa. Belum lagi selama bertahun-tahun jam kerjanya tak terbatas. Tugas dinas “overtime at anytime and anywhere” pun tidak pernah complaint. Padahal tidak pernah ikut pelatihan, tidak pernah ada yang memberi piagam penghargaan, tidak ada yang membuatkan surat referensi “to whom it may concerned” (dan jangan sampai terjadi, biso ciloko tenan aku…….), apalagi bintang maha-ibu kesetiaan.
Maka, untuk kesekian kalinya kudu telaten membeberkan dan menjelaskan sudut pandang evaluasi bisnis terhadap lembar business plan, laporan laba-rugi dan laporan produksi actual vs budget/target. (Wisss….., pokoknya sambil bernostalgia ingat sewaktu masih petentang-petenteng jadi orang gajian. Bedanya, kalau dulu pakai bahasa Inggris njawani, sekarang pakai bahasa Jawa keminggris). Dan, merubah sudut pandang bisnis seperti ini sungguh tidak mudah. Pokoknya kudu nrimo di-eyel terus…….., harus menerima kalau dibantah terus.
Di mata CFO saya itu, simpel saja, wong cetho welo-welo (jelas-jelas) uangnya habis kok dibilang bagus. Beliaunya lupa, bahwa uang habis tapi stok barang bertambah yang berarti modal kerja telah ditambahkan dan terus diputar. Tindakan ini sebenarnya kalau dilaporkan ke KPK bisa berarti tindak pidana korupsi karena telah menggunakan dana perusahaan secara menyalahi prosedur. Lha iya to, wong hasil keuntungan yang seharusnya dikumpulkan agar setelah tiga setengah tahun bisa digunakan untuk ekspansi. Ee…, malah diputar tidak sesuai rencana usaha alias mendahului melakukan ekspansi usaha.
Tapi ya itulah seninya bakulan ritel. Kasus ekspansi usaha secara otomatis seperti ini akan terus terjadi dan anehnya memang sebaiknya terjadi. Maka nominal hasil keuntungan yang seharusnya dikumpulkan di bawah bantal bulan demi bulan, dapat secepatnya terus diputar, pada setiap kesempatan. Tanpa disadari dan dikomando, sesungguhnya inilah salah satu terobosan cemerlang menggarap peluang melakukan skenario “sangat optimistik”. Karena perputaran bisnis dilakukan lebih awal dan lebih cepat (tidak perlu menunggu selama tiga setengah tahun), sehingga berpeluang memberikan Net Present Value lebih tinggi.
Semakin besar nilai uang yang dihabiskan pada akhir bulan dan semakin habis uang cash yang dikantongi, dapat berarti gerak perputaran modalnya sudah pakai gigi 4. Berarti semakin besar pula laba yang muncul dalam income statement dan akan berarti pula positive cashflow lebih cepat dari yang diproyeksikan. Hanya saja, seperti apapun menggebu-gebunya semangat memutar uang dalam bisnis ritel ini, tetap perlu kendali agar selalu terukur perubahan dan pergerakannya (hal yang mustahil dilakukan dalam sistem bisnis tradisional).
***
Jadi, mbengok-nya sang CFO ini sebenarnya bukan salah, melainkan mbok ya sebaiknya jangan terlalu keras, karena ada penjelasannya. Bahwa uang cash di dompetnya memang habis, tapi usahanya berstatus sedang untung, bukan sedang merugi. Yang harus diwaspadai adalah kalau uang tunai habis untuk kulakan, tapi stok barang di toko seperti tidak bertambah, pergerakannya lambat, pengeluaran membengkak, tingkat penjualannya membentuk garis datar-datar saja dan aura tokonya kurang menggairahkan….. Maka lampu kuning harus dinyalakan kedap-kedip alias segera digelar sidang kabinet paripurna. Usaha ini sedang bergerak menuju untung atau rugi? “What’s wrong?”. Masing-masing pasti ada penjelasannya.
Kalau seandainya “Madurejo Swalayan” ini tidak punya lembar business plan dan data-data untuk analisa ekonomi lainnya, ya setiap bulan cuma bengok-bengokan saja…… Sebab jadi sulit untuk memvisualisasikan kinerjanya, sedang untung atau buntung?. Kecuali cuma mbengok kalau uangnya habis dan kalau dompetnya penuh dieeeeeemmm aja……
Madurejo, Sleman – 9 Pebruari 2006.
Yusuf Iskandar

8) Antara “Do It” Dan “Plan It”
By madurejo
Jika kebetulan suatu kali Anda berkendaraan melakukan perjalanan darat antar kota di Jawa, atau di daerah mana saja, akan Anda jumpai sangat banyak toko-toko baru dan lama berdiri di hampir setiap penggal jalan dan sudut kota yang Anda lewati. Di sana ada puluhan toko berkonsep modern, ratusan toko semi-modern dan ribuan toko-toko tradisional. Ada yang nampak berkembang pesat dan ada yang hidup segan mati tak mau. Hari demi hari, mereka semua bergelut mengumpulkan rupiah demi rupiah, membangun dan mengembangkan usahanya. Ada yang dapatnya sedikit dan tetap bersujud syukur dan ada yang dapatnya banyak dan tetap ingin lebih banyak lagi. Dan, “Madurejo Swalayan” adalah satu di antara ribuan toko itu yang sedang merintis usahanya.
Jika Anda sempat mampir di salah satu atau dua dari ribuan toko yang Anda pandang cukup berkembang, lalu Anda tanyakan pertanyaan kepada mereka : “Bagaimana usahanya, Pak?. Kelihatannya sudah berkembang baik dan maju”. Maka jawabnya : “Ya, lumayanlah, sedikit-sedikit ada peningkatan”. Di balik kalimat bernada merendah ini, kalau digali lebih dalam maka jawaban yang sebenarnya adalah : “Dulu toko saya kecil, sekarang sudah agak besar”. Atau : “Dulu saya hanya punya satu toko, sekarang saya punya dua”. Atau : “Dulu saya menggunakan sepeda motor untuk kesana-kemari, sekarang sudah ada mobil untuk operasional”. Atau : “Dulu rumah saya kecil di pojok kampung sana, sekarang sudah dibangun tingkat”. Anda pun hanya manggut-manggut terkagum-kagum.
Cobalah untuk membangkitkan rasa penasaran pada diri Anda, lalu ajukanlah pertanyaan “aneh” berikutnya : “Sebelum usaha Bapak berhasil seperti sekarang ini, bagaimana Bapak mengawasi operasi toko sehari-harinya untuk mengetahui apakah bisnis sedang bergerak maju atau malah mundur?”. Atau dengan kata lain : “Apakah sebelum memulai usaha ini Bapak mempunyai semacam rencana usaha atau business plan?”. Maka saya yakin sangat sedikit sekali yang menjawab : “Ya”.
Apalagi kalau pertanyaan itu Anda ajukan ke pengelola toko semi-modern atau bahkan toko tradisional, maka pemilik toko akan menjeb (tersenyum) sambil menggelengkan kepala karena tidak mudheng (paham) pertanyaan Anda, sambil berkata dalam hati : “Panganan opo to kuwi?” (makanan apa itu). Itu karena selama ini mereka bekerja atas dasar tradisi turun-temurun sejak kehidupan ini dimulai, dan fakta bahwa dengan berbekal keuletan, ketekunan dan kesabaran dalam mengelola usaha tokonya itu, modal yang mereka miliki dapat terus berputar dan tokonya semakin berkembang. Mereka pun dapat terus menghidupi keluarganya, menyekolahkan anaknya, membelikan kebutuhan hidup rumah tangganya, dsb.
Kini, pertanyaannya : Untuk memulai sebuah usaha toko, apakah sebuah rencana bisnis (bussiness plan) itu diperlukan? Jika Anda sependapat dengan jalan pikiran para pengusaha toko tradisional seperti dalam ilustrasi di atas, maka jelas Anda tidak memerlukan sebuah rencana bisnis. Dan itu bukanlah hal yang salah, sebab jika dipaksakan juga hanya akan membuat kepala nyut-nyutan seperti mau pecah.
Sebaliknya, jika Anda concern terhadap perlunya memantau dan mengukur perkembangan usaha dari bulan ke bulan, tahun ke tahun, maka Anda perlu mempersiapkan sebuah rencana bisnis sebelum memulai usaha. Atau, jika Anda merasa perlu untuk memastikan lebih dahulu akan kelayakan usaha itu. Atau, jika Anda merasa berkepentingan untuk mengetahui dengan persis apakah usaha Anda sesuai dengan yang direncanakan dan ditargetkan, atau kinerja tingkat pengembalian modalnya lebih baik atau lebih buruk, maka Anda akan memerlukan adanya rencana bisnis.

Menurut logika coro bodon (cara bodoh) yang ada di pikiran saya, itulah beda antara “Just Do It” (pokoknya lakukan saja) dan “Just Plan It” (pokoknya rencanakan saja) yang saya singgung sebelumnya, saat kita akan memulai bisnis. Dan, membuat business plan sederhana itu guampang sekale…… Hanya perlu banyak tepekur dan melamun sambil leyeh-leyeh (berbaring santai), lalu sedikit mikir dan berkhayal, menghimpun inspirasi, mengumpulkan angka-angka, lalu menuangkannya dalam sebuah tabel.

***
Penganut aliran “Just Plan It” akan merencanakan lebih dahulu sebaik-baiknya sebelum mulai membuka toko. Maka, memiliki business plan (rencana bisnis) adalah termasuk langkah awal untuk mengetahui dan memproyeksikan gerak liak-liuk bisnis seperti apakah yang diinginkan oleh pemilik atau pengelolanya. Kami mengkonsentrasikan perihal rencana bisnis ini pada hal-hal yang terkait dengan produksi (omset toko) dan masalah pembiayaan (finansial), yang dituangkan dalam lembar kerja berbentuk tabel. Hal-hal di luar itu kiranya dapat untuk tidak diprioritaskan terlebih dahulu pada tahap paling awal, tidak berarti diremehkan. Urusan thethek-bengek selain masalah keuangan pada gilirannya juga perlu mendapatkan perhatian semestinya.
Apa yang harus dilakukan untuk membuat business plan? Mulai dengan mengumpulkan semua jenis pembiayaan yang dikeluarkan. Ada orang yang suka dengan pengelompokan antara capital cost dan operating cost, ada juga yang memilih pemisahan antara fixed cost dan variable cost. Pengelola “Madurejo Swalayan” menempuh cara yang dibuat mudah saja, menggunakan terminologi biaya modal dan biaya operasi dengan sedikit modifikasi dalam komponen biayanya. Tidak perlu gusar dengan urusan biayaan seperti ini. Yang penting tidak melenceng dari ngelmu pem-biayaan untuk tujuan financial analysis.

Biaya-biaya apa saja? Pertama, tentunya menghitung-hitung perkiraan berapa total biaya modal dibutuhkan, baik modal tetap seperti properti maupun modal kerja. Kedua, menentukan perkiraan target omset harian rata-rata yang layak dicapai bertahap mulai bulan pertama dan tahun pertama, sampai katakanlah, proyeksi hingga 15 tahun ke depan.

Angka perkiraan rata-rata omset harian ini memang sebaiknya tidak mengambil begitu saja dari langit, melainkan perlu kejelian membaca potensi pasar. Hal-hal yang dapat dijadikan pedoman antara lain mencari (atau mencuri juga boleh) tahu berapa omset toko sejenis di sekitar kawasan toko kita, dan seberapa besar potensi calon pelanggan yang diperkirakan dapat diserap. Bisa juga dengan berpedoman pada pengalaman toko swalayan sejenis dan sekelas toko kita meskipun berada di lokasi lain, bagaimana kinerja mereka pada waktu-waktu awal dulu ketika tokonya mulai buka (biasanya pemilik toko masih ingat).

Ketiga, menghitung berapa kira-kira keuntungan bersih yang dapat diperoleh. Asumsikan, margin keuntungan rata-rata adalah 10%, lalu dikalikan omset harian rata-ratanya. Keempat, menghitung berapa biaya operasional setiap bulan yang harus dikeluarkan. Maka akan dengan mudah diketahui berapa total pengeluaran dan total pemasukan, yang lalu diproyeksikan sepanjang 15 tahun ke depan dengan memperhitungkan asumsi tingkat kenaikan omset penjualannya maupun biaya operasinya.
Setelah angka-angka tersebut dikumpulkan, selanjutnya hanya diperlukan alat sederhana, bernama “pipo londo” alias ping-poro-lan-sudo (kali-bagi-tambah-kurang), untuk menghitung angka aliran uang tunai (cashflow) bulanan atau tahunannya. Dengan alat itu akan dengan mudah untuk mengetahui kapan balik modal (break-even). Lebih jauh lagi dapat diketahui pula berapa tingkat pengembalian modalnya (return on investment). Bagi yang biasa kerja dengan komputer, program excel akan siap membantu menghitungnya. Kalau mau sedikit agak repot, sebenarnya banyak buku yang membahas tentang hal ini.
Nah, dari lembar kerja itulah maka akan dapat diketahui berapa omset harian rata-rata yang harus dicapai agar supaya usaha tokonya menguntungkan. Atau sebaliknya, komponen biaya-biaya apa saja yang dapat dihemat agar lebih menguntungkan. Seiring berjalannya usaha, pengelola toko dapat selalu mengevaluasi pencapaian atau kinerja tokonya dari periode waktu ke waktu, dan lalu menyiasatinya dengan langkah-langkah jitu. Jika ternyata performance tokonya menunjukkan angka jeblok atau meleset terus-menerus, segera dapat digelar sidang kabinet terbatas bidang omset toko, guna mengevaluasi dua hal : strategi tempur di lapangan yang salah atau penentuan sasaran tembaknya yang salah.
Pertanyaan yang barangkali muncul adalah : “Saya tidak tahu berapa angka-angka perkiraan yang sesuai untuk rencana toko saya?”. Tidak perlu khawatir, dapat dipikir sambil tidur, gunakan indera keenam, gunakan “feeling”, entoh masih cunthel (buntu) juga, tanyakan kepada orang gila yang suka duduk-duduk di sudut jalan, lalu isikan angkanya…….. Berjalannya waktu, lakukan revisi ketika menemukan angka yang lebih baik. Pengalaman saya menjadi orang gajian selama 16 tahun di perusahaan berkelas internasional mengajarkan bahwa revisa-revisi rencana bisnis adalah hal yang lumrah, meskipun versi pertama tetap menjadi referensi.
Ibarat perumpamaan mengatakan, “Just Do It” di tangan kiri dan “Just Plan It” di tangan kanan. Anda tinggal pilih hendak melangkah dengan mengayunkan tangan kiri dulu atau tangan kanan dulu. (Sebaiknya tidak mengayunkan kedua tangan sekaligus, nanti dikira penari latar Pentas nDang-ndut……..). Dan, pemilik “Madurejo Swalayan” memilih untuk mengambil langkah tegap dengan mengayunkan tangan kanan terlebih dahulu.
Madurejo, Sleman – 31 Januari 2006 (Tahun Baru 1427 Hijriyah).
Yusuf Iskandar
Tag: balik modal, business plan, financial analysis, just do it, madurejo, plan it, rencana bisnis, swalayan
Arsip untuk ‘(10) Belum Untung Kok Sudah Mbayar Ini-Itu’ Kategori
(10) Belum Untung Kok Sudah Mbayar Ini-Itu
13 Desember 2007
Tahun pertama atau lebih spesifik lagi dalam bulan-bulan awal sejak toko mulai beroperasi, bisa menjadi hari-hari panjang penuh kekhawatiran dan ketidaksabaran. Khawatir kalau-kalau usaha toko tidak jalan, tidak didatangi calon pelanggan, tidak ada pemasukan yang diharapkan. Tidak sabar ketika usahanya tersendat-sendat, tak kunjung ramai pembeli, bertanya-tanya dalam hati kapan keuntungan mulai datang. Pendeknya, menjadi hari-hari penuh keprihatinan.Sementara hasil usaha toko belum banyak memberikan keuntungan, tetapi biaya-biaya rutin bulanan tetap harus dikeluarkan.

Biaya awal untuk menutup operasional toko itulah yang saya maksud dengan modal kerja operasional yang harus saya sediakan dulu, sampai pada gilirannya nanti keuntungan toko mampu mengambilalih menutupnya. Jangan sampai terjadi, baru membuka toko sudah uring-uringan, nggrundel, wong belum ada untung kok sudah mbayar ini-itu. Jadi, harus benar-benar dipahami bahwa ada atau tidak ada keuntungan, maka biaya modal kerja operasional tetap harus dikeluarkan. Agar tidak terus terus-terusan mengeluarkan biaya awal ini, maka satu-satunya cara hanyalah berusaha agar tokonya segera menggapai keuntungan.

Biar tidak terlampau kaget, maka pada saat menyusun business plan hendaknya semua biaya operasi sudah diidentifikasi. Biaya-biaya apa sajakah gerangan yang perlu dibayar setiap bulan? Konkritnya, konsentrasikan saja pada biaya-biaya yang nyata. Menilik pada saat awal berdirinya “Madurejo Swalayan” hanyalah toko kecil yang belum terlampau memerlukan analisa keuangan yang rumit bin njlimet, maka saya menyederhanakan biaya overhead dan mengabaikan depresiasi serta nilai sisa (salvage value), dan cukup semuanya saya bungkus ke dalam kelompok biaya lain-lain saja. Gampang-gampangan wae……, tapi tidak berarti menggampangkan. Kalau kepingin yang rumit, di toko ada bukunya, bisa dipelajari sendiri……..

***
Pertama : Biaya upah. Biaya dalam kelompok ini mencakup upah bulanan tenaga kerja untuk enam orang pelayan toko (pramuniaga) termasuk kasirnya, seorang Pengawas (Supervisor) dan Manager (terpaksa KKN dengan mengangkat istri sendiri sebagai Manager merangkap CFO). Untuk tahap awal ini, CEO (merangkap konsultan, sopir, terkadang juga janitor) harus rela “kerja bakti”. Tidak dibayar dulu, juga tidak dijanjikan nge-rapel upah. Kebijaksanaan ini disepakati agar tidak terlalu “memberatkan” beban cashflow toko yang baru muntup-muntup memulai usaha. Nanti ndak kehilangan gairah…… Kalau kelak usaha semakin maju, (Insya Allah) CEO dipertimbangkan untuk diberi upah, seikhlasnya. Pokoknya diniati amal saleh sajalah.
Kedua : Biaya operasional. Dalam kelompok ini tercakup semua biaya rutin yang harus dikeluarkan guna menunjang operasi toko. Antara lain : membayar tagihan tilpun dan listrik (jantung berdegup-degup ketika mendengar tarif dasar listrik dan tilpun bakal naik). Kemudian ada biaya bensin (entah jenis BBM-nya apa, pokoknya sebut saja bengsin…..), yaitu biaya untuk membeli BBM-nya gen-set dan transportasi dari rumah ke toko pergi-pulang. Inilah salah satu kerugiannya kalau lokasi toko jauh dari rumah, ongkos transport jadi tinggi. Sedangkan kendaraan kijang 2000 cc yang digunakan Manager dan CEO-nya selama ini lumayan boros (kayaknya mesti ditukar dengan yang lebih irit, deh…….!). Sesekali kalau cuaca cerah naik honda bebek juga oke (cap apapun sepeda motornya, pokoknya sebut saja honda…..).
Dalam kelompok ini masih ada biaya minum untuk semua pegawai, paling tidak harus selalu tersedia air akua (cap apapun air mineralnya dan darimanapun sumbernya asal bukan dari akuarium, pokoknya sebut saja akua…..). Di tempat lain, barangkali kelompok biaya ini masih perlu ditambah dengan biaya sampah, keamanan, preman, iuran RT dan aneka-ria iuran maupun pungutan lainnya. Untungnya “Madurejo Swalayan” masih berada di pinggir kota dan agak ndeso, sehingga masalah sampah masih relatif mudah diatasi. Demikian pula biaya keamanan masih bisa dicakup melalui forum siskamling dengan sistim jimpitan setiap malam (botol plastik bekas yang dipotong setengah lalu di-canthel-kan di pagar dan setiap malam diisi uang seikhlasnya, tidak lagi beras).

Ketiga : Biaya promosi. Biaya ini saya kaitkan dengan biaya sumbangan sosial. Bukan berarti kalau kita nyumbang lalu dibebani promosi, melainkan kalau kita berpromosi bisa melalui pemberian sumbangan. Ada bedanya, lho…..! Kalaupun tidak dikait-kaitkan juga tidak jadi masalah. Anggaran biaya untuk promosi saya asumsikan sekitar 0,5% dari total pemasukan kotor atau omset penjualan. Mempertimbangkan bahwa “Madurejo Swalayan” masih tergolong kelas teri dalam bisnis peritelan, maka 0,5% adalah angka yang cukup moderat untuk usaha yang masih muntup-muntup ini. Seiring perkembangan usaha angka ini dapat ditingkatkan. Pada tahap permulaan, jumlah yang lebih besar dapat dialokasikan tersendiri sebagai modal awal promosi untuk grand-opening.. Melakukan studi kelayakan kecil-kecilan dan sederhana untuk program pengiklanan juga akan membantu sampai setinggi apa persentase biaya promosi perlu dipatok atau dikeluarkan pada waktu-waktu tertentu.

Keempat : Biaya kehilangan. Kelompok biaya ini adalah biaya yang perlu diperhitungkan untuk menutup perkiraan penyusutan atau kehilangan barang. Kehilangan barang dagangan antara lain dapat disebabkan oleh karena dicuri pengutil baik eksternal maupun internal, rusak dan tidak dapat ditukar (terkait dengan pemasok), ketlingsut (terselip entah secara fisik atau administratif), atau ….. diambil anak saya tapi pelayan toko tidak melaporkannya. Intinya, kehilangan barang harus tetap diantisipasi dan dianggarkan biaya penutupannya. Saya menggunakan asumsi angka rata-rata 1% dari total perkiraan hasil penjualan. Saya cukup comfortable dan optimis mampu mengendalikan angka ini. Untuk toko-toko yang kelasnya lebih besar, angka ini bisa mencapai rata-rata 2% sampai 4%.

Idealnya memang perlu dilakukan inventarisasi stok (stock take atau stock opname) secara periodik. Namun hal ini sangat jarang dilakukan oleh toko-toko kecil dan cenderung diabaikan saja. Pekerjaan ini memang cukup merepotkan karena pasti akan memakan waktu, tenaga dan tentunya ongkos. Hingga memasuki bulan keempat ini “Madurejo Swalayan” belum pernah melakukannya. Meskipun demikian, perlu dipikirkan dan dicarikan cara untuk melakukan inventarisasi stok dengan metode sampling. Tidak riil tapi mudah-mudahan representatif.

Kelima : Biaya lain-lain. Ini adalah biaya yang dicadangkan untuk mengatasi pengeluaran-pengeluaran yang tidak direncanakan sebelumnya. Lazim disebut sebagai biaya tak terduga, atau sebenarnya sudah diduga tapi tidak tahu besarannya. Untuk tahap awal ini saya mengalokasikan angka 5% dari total biaya operasional, sampai nanti saya memperoleh angka yang lebih representatif. .

***

Gabungan dari kelima komponen biaya itu akan menghasilkan total biaya operasi dalam hitung-hitungan laporan rugi-laba (income statement). Pada bulan-bulan awal di tahun pertama dimana keuntungan usaha belum memungkinkan, maka biaya-biaya tersebut harus dimasukkan sebagai modal kerja. Sampai kapan? Tidak bisa dijawab pasti. “Madurejo Swalayan” (Alhamdulillah) memasuki operasi bulan kedua sudah tidak memerlukan modal kerja operasional lagi karena keuntungan toko sudah mampu menutup biaya operasinya, meskipun total keuntungannya sendiri belum ada apa-apanya. Sedang di toko lain di lokasi lain barangkali perlu waktu satu tahun untuk melepasnya. Tidak ada yang salah dan benar, sepanjang memang sudah diperhitungkan dalam business plan yang disusun sebelumnya.
Seiring dengan berjalannya usaha, tahun demi tahun, tentunya angka-angka dalam biaya operasi akan meningkat. Bisa karena kenaikan upah tenaga kerja, kenaikan tarif tilpun dan listrik, penyesuaian harga BBM, dsb., termasuk juga dampak tidak langsung dari inflasi dan ekskalasi. Karena itu kenaikan-kenaikan itu juga mesti tercermin dalam business plan. “Madurejo Swalayan” menggunakan angka kenaikan rata-rata 10% per tahun.
Meskipun hitung-hitungan soal biaya operasi itu sepertinya merepotkan, namun intinya sebenarnya hanya satu hal saja. Yaitu : jangan nggrundel (mengeluh) kalau usaha belum untung kok sudah harus mbayar ini-itu…… Grundelan seperti ini hanya cenderung akan menggiring kita untuk melakukan cara tambal-sulam (dapat uang sedikit bayar yang ini dulu, ada pemasukan lagi bayar yang itu, mendadak harus bayar ini diambilkan dari situ, harus mbayar lagi ambilkan dulu dari sana, dst., hingga pada setiap akhir bulan sang CFO klepek-klepek……., muncul bintang-bintang berputar di atas kepalanya…….).
Madurejo, Sleman – 2 Pebruari 2006.
Yusuf Iskandar
Arsip untuk ‘(22) Memasang Spanduk, Siapa Takut?’ Kategori
(22) Memasang Spanduk, Siapa Takut?
13 Desember 2007
Salah satu resiko bagi orang yang membuka usaha adalah didatangi orang yang minta sumbangan. Macam-macam alasan dan tujuannya. Menghadapi hal yang demikian, saya menetapkan policy, bahwa prioritas diberikan kalau permintaan sumbangan itu datang dari kalangan desa setempat. Di luar itu, sumbangan ala kadarnya saja. Bagaimanapun juga, masyarakat setempat adalah stakeholder yang perlu diberi perhatian lebih. Belakangan terpikir, bagaimana agar tidak sekedar memberi sumbangan, melainkan bisa saling take and give.

Terakhir datang permintaan sumbangan dari panitia “mujahadah” desa Madurejo. Panitia ini akan menggelar acara mujahadah umum di Balai Desa yang akan melibatkan segenap warga masyarakat muslim desa Madurejo khususnya dan kecamatan Prambanan umumnya. Acara akan dipimpin oleh seorang Kyai yang cukup disegani di sana.


Mujahadah adalah istilah yang berasal dari bahasa Arab yang maksudnya berdoa dengan kesungguhan. Istilah majelis mujahadah dalam bahasa populer dapat disamakan dengan istilah majelis istighosah, dzikir bersama, doa bersama, dan yang semacam itu yang sempat “nge-trend” dimana-mana. Sebutan istilah mujahadah ini sangat lekat di kalangan masyarakat muslim di daerah seputaran Yogyakarta, khususnya yang berbasis di pesantren tradisional.

Melihat latar belakang yang demikian, maka tidak ada salahnya forum ini dimanfaatkan sebagai ajang woro-woro (pemberitahuan). Sumbangan uang diberikan sebagai wujud tanggungjawab sosial toko “Madurejo Swalayan”, sekaligus sebagai ibadah bagi pemiliknya. Akan tetapi juga terselip sisi “muamalah”-nya bahwa sebagai pihak yang turut menjadi sponsor bagi acara tersebut, maka selembar spanduk bertuliskan logo, nama dan alamat toko akan dipasang di arena mujahadah.

Jadi, kalau memang diperlukan harus memasang spanduk, siapa takut? Meskipun “Madurejo Swalayan” belumlah ada apa-apanya dibandingkan dengan mini-market atau toko swalayan sejenis yang ada di Yogya bahkan di pinggirannya, namun siapa lagi yang akan nguri-uri (menghidup-hidupkan), kalau bukan dirinya sendiri. Dan, dirinya “Madurejo Swalayan” telah siap melakukan berbagai jurus untuk membesarkan dirinya.

***

Tiba waktunya pagelaran majelis mujahadah, acara berlangsung malam hari mulai sekitar jam 21:00 WIB hingga selesai tengah malam. Dari kejauhan saya lihat spanduk “Madurejo Swalayan” sudah terpasang disana. Dalam hati saya berkata, ratusan orang-orang saleh yang datang dari berbagai penjuru kecamatan Prambanan dan sekitarnya, tentu akan melihat dan membaca spanduk itu, saat mereka memasuki arena majelis mujahadah. Mereka pasti orang-orang saleh, paling tidak pada malam itu. Sebab kalau malam itu tidak saleh tidak mungkin mau menyempatkan hadir, bahkan berombongan dan berdesak-desakan naik truk atau angkutan bak terbuka, berbaju koko-bersarung-berpeci dan berkain kerudung. Semoga terkirim doa tulus bagi segenap warga masyarakat Madurejo dan sekitarnya, dan “Madurejo Swalayan” terselip di dalamnya.

Tidak perlu berharap yang muluk-muluk. Cukup kalau ada lima sampai sepuluh orang saja dari ratusan yang hadir malam itu, terangsang ingin tahu lalu menyempatkan untuk mampir ke “Madurejo Swalayan” di lain hari. Tidak usah belanja, cukup kalau mau mampir saja. Sebab, multiplier effect dari yang sepuluh orang itu saja sudah luar biasa dampaknya bagi publisitas atau upaya pengenalan atas sebuah tempat usaha baru yang lokasinya ada di sekitar tempat tinggal mereka.

Terbukti beberapa hari sesudahnya, ada seorang ibu pegawai negeri siang-siang mampir ke toko (entah pulang dari kantor, entah mbolos dari kantornya), yang dengan jujur bercerita bahwa beliau baru tahu ada toko “Madurejo Swalayan” setelah membaca spanduk di acara mujahadah. Bingo….! Semoga masih ada sembilan orang lagi yang bernasib sama seperti ibu itu, meskipun tidak cerita. Itulah salah satu yang diharapkan dari jurus woro-woro, iklan atau promosi. Tentu bukan satu-satunya cara, masih banyak cara lain yang dapat ditempuh. Gagasan-gagasan dan terobosan-terobosan baru terus digali dan dipikirkan (seringkali sambil tidur…..).

Jika harus memasang spanduk untuk melakukan promosi, tidak selamanya berarti bagaimana mengajak orang untuk datang ke “Madurejo Swalayan”, melainkan juga bagaimana agar keberadaan “Madurejo Swalayan” dapat diterima dan dirasakan sebagai bagian dari komunitas di sana. Sesuai dengan visi dan misi toko ini : mengajak masyarakat desa Madurejo untuk beribadah bersama-sama di bidangnya masing-masing. Sederhana saja…..

Madurejo, Sleman – 5 Desember 2005.
Yusuf Iskandar
Arsip untuk ‘(38) Hujan Pun Membawa Berkah’ Kategori
(38) Hujan Pun Membawa Berkah
13 Desember 2007
Di seputaran pergantian tahun Masehi dan tahun Imlek, musim durian dan rambutan, biasa ditandai dengan musim hujan berkepanjangan plus bonus banjir di mana-mana. Para pemilik warung, toko, resto, pada mengeluh : “Kalau hujan terus-terusan begini alamat rejeki berkurang…….”. Keluhan semacam ini sudah jadi bagian basa-basi percakapan keseharian para bakul dan pengusaha warung, toko atau resto. Maka ungkapan seperti : “Toko saya sepi akibat hujan terus-menerus” akan sering terdengar di saat-saat seperti ini.
Kalau bisa dituliskan dengan persamaan matematika, maka rumusnya para bakul itu seakan-akan menjadi JP = 1/H, dimana : JP = jumlah pembeli dan H = hujan. Banyaknya pembeli akan berbanding terbalik dengan banyaknya hujan. Semakin sering hujan turun ke bumi maka pengunjung toko semakin sedikit, yang berarti potensi keuntungan yang dapat diraih juga semakin sedikit. Gampangnya, semakin sering hujan, rejeki semakin seret.
Padahal dari sono-nya, Sang Maha Pembuat Hujan tidak pernah sekalipun merencanakan untuk mengurangi rejeki para pengusaha kecil, para bakul atau siapapun dengan cara menghujaninya, melainkan hanya mengaturnya dengan skenario berbeda. Kata Sang Maha Pembuat Hujan : “Lho, hujan itu juga rejeki bagi kalian semua baik yang bakul, pengusaha atau pengangguran sekalipun…..”. Tapi apa lacur, hujan sudah kadung identik menjadi tanda bagi berkurangnya pembeli yang belanja di warung, toko atau resto. Kalau demikian, pasti telah terjadi mis-understanding, salah paham antara maksud Sang Maha Pengusaha Pabrik Hujan dan para pengusaha yang kehujanan.
***

Kata para pelayan “Madurejo Swalayan”, kalau pas hujan deras mengguyur memang banyak juga orang-orang lewat yang kehujanan kemudian numpang berteduh. Saya jadi ingat saat-saat awal beroperasinya “Madurejo Swalayan”, ada seorang pengunjung yang mengeluh tempat parkirnya panas. Keluhan itu saya terjemahkan sebagai usulan agar dipasang atap peneduh. Usul itupun kemudian saya penuhi. Dan sekarang ternyata ada manfaatnya, ya itu tadi, membantu menyediakan tempat berteduh kepada orang lewat yang kehujanan.
Kehujanan lalu berteduh, adalah aktifitas yang tidak ada orang pernah merencanakannya. Oleh karena itu orang-orang seperti ini pada dasarnya cenderung sedang “kebingungan”. Tiba-tiba saja harus menghabiskan waktu dengan aktifitas yang membosankan, menunggu hujan reda. Ada ide? Sodorkan selebaran infomezzo TIPS, biar dibaca-baca sambil menunggu hujan berlalu. Kebanyakan orang yang sedang “kebingungan” seperti ini tidak akan merasa cukup untuk membaca hanya sekali, barangkali sampai diulang-ulang membacanya karena hujan tak berhenti juga. Apalagi kalau orang itu sendirian.
Maka dua kebaikan sudah dilakukan dengan tanpa direncana sebelumnya, memberi peneduh dan memberi bacaan bermanfaat . Sederhana sekali. Tapi saya melihat kejadian ini dari bingkai yang berbeda. Ini adalah potret dengan bingkai yang bernama “opportunity”. Moga-moga saja kebaikan semacam ini juga termasuk kontribusi sosial yang bukan berupa uang, yang menurut “ngelmu gaib” bisa menjadi tabungan yang punya nilai berkah tak terduga.
Suatu sore saya lihat ada dua orang berboncengan naik sepeda motor kehujanan. Lalu berbelok masuk ke halaman “Madurejo Swalayan” numpang ngeyup (berteduh). Hujan turun cukup deras dan agak lama, lalu tidak lama kemudian salah seorang masuk toko dan membeli rokok. Entah karena kedinginan, entah karena bengong kelamaan menunggu hujan tak kunjung reda, entah memang persediaan rokoknya habis, entah karena kehabisan bahan obrolan, atau barangkali buat pantes-pantes merasa tidak enak sudah nunut ngeyup. Apapun alasannya, saya senang kalau ternyata halaman toko saya bisa membantu orang lain berlindung dari terpaan hujan. Kalau akhirnya ada yang masuk toko dan belanja atau terserang virus impulse buying, sungguh itu di luar tanggung jawab saya.
Suatu kali ada seorang sales sepedamotoran yang berkunjung ke “Madurejo Swalayan” dalam rangka mencatat order mingguan. Biasanya sales ini akan buru-buru langsung pergi melanjutkan perjalanannya seusai mencatat pesanan barang. Tapi berhubung hujan turun cukup lebat, terpaksa dia menunggu dulu. Ini tentu menjadi aktifitas yang tidak pernah direncanakannya. Dengan kata lain dia pun sebenarnya sedang “kebingungan”. Membaca selebaran TIPS bisa jadi penghibur dan pengisi waktu. Kalau kemudian sales itu pun membeli rokok dan permen atau snack, sekali lagi itu benar-benar di luar tanggung jawab saya.
Apa yang dapat saya petik dari kejadian ini? Memang benar apa kata Sang Maha Pengusaha Pabrik Hujan, bahwa peristiwa hujan itu tidak ada sangkutnya dan pautnya dengan banyak atau sedikitnya rejeki seseorang. Mestinya tidak perlu ada salah paham. Bukan maksud Sang Pembuat Hujan untuk membatasi rejeki seseorang dengan menghujaninya, karena hujan itu sendiri adalah rejeki.
Saya seperti diingatkan, bahwa di balik setiap threats (ancaman) pasti ada opportunities (peluang). Kalau hujan itu dianggap sebagai ancaman atau penghalang, maka hendaknya jangan hujannya yang digrundeli (dikeluhkan) atau dipisuh-pisuhi (dimaki-maki), melainkan peluangnya yang mesti dicari dan didayagunakan. Dan, pemilik “Madurejo Swalayan” ini termasuk orang yang percaya bahwa peluang itu tidak akan pernah habis dicari dan tidak akan pernah selesai digarap.
Bagaimana menyulap agar turunnya hujan dapat menjadi berkah bagi siapa saja, termasuk “Madurejo Swalayan”. Dalam bahasa vulgarnya, bagaimana mempengaruhi agar dalam hujan pun orang tetap mau berbelanja dan bagaimana agar orang-orang yang kehujanan itu mau masuk toko dan membeli sesuatu. Maka, (seharusnya) hujan pun membawa berkah…….
Madurejo, Sleman –14 Pebruari 2006 (Hari Valentine, dimana coklat laku keras).
Yusuf Iskandar


Arsip untuk ‘(05) Peluang Itu Ternyata Ada Di Mana-mana’ Kategori
(5) Peluang Itu Ternyata Ada Di Mana-mana
13 Desember 2007
Dulu sewaktu saya masih menjadi orang gajian, sesekali saya suka iseng tanya-tanya orang, kira-kira peluang bisnis apa ya yang bisa dikerjakan di Yogya (atau di mana sajalah). Biasanya orang yang saya tanya akan menjawab : “Wah, buuuanyak sekali…….”. Sangking banyaknya sehingga untuk menyebut satu saja susah.

Kini sewaktu saya tidak lagi jadi orang gajian (entah sementara, entah seterusnya…..), gantian saya ditanya oleh banyak teman, peluang bisnis apa ya yang bisa dikerjakan? Saya pun menjawab : “Wow…, buuuanyak sekaleee…….”. Saking buanyaknya sehingga memang susah untuk diperinci satu per satu. Sekarang saya baru tahu, memang nyatanya demikian. Peluang bisnis ada di mana-mana, tapi susah untuk menyebut mana yang paling baik. Tinggal pilih mau yang model dan gaya apa.

Rasanya tidak salah kalau saya kelewat percaya diri, bahwa yang namanya peluang (opportunity) itu tidak akan pernah habis digali dan tidak akan pernah selesai digarap. Pating tlecek ning ngendhi-ngendhi….., berserakan di mana-mana. Boleh percaya boleh tidak. Tapi biasanya baru akan percaya setelah benar-benar mulai memasuki “alam peluang” itu tadi. Karena tahapan yang paling sulit adalah : memulainya ituuu…….

Omong-omong soal peluang bisnis, saya sebenarnya agak sungkan untuk cerita banyak-banyak (Agak tahu dirilah…. Wong pengalaman bisnisnya baru sak uprit kok sudah ngomong aneh-aneh. Maka ya yang sedikit itu saja yang ingin saya bagikan kepada yang mau.…..). Dan satu-satunya pengalaman agak banyak yang saya miliki dalam hal ini adalah pengalaman berpikir. Maka yang sebaiknya saya omong-omongkan berikut ini ya hanya sekedar pemikiran tentang peluang bisnis saja. Selebihnya kita tinggal tidur saja sambil memikirkannya ramai-ramai seperti potong padi di sawah.

Wong namanya baru pemikiran, maka untuk lebih mendalamnya mari dipikirkan secara berjamaah. Kalau hanya dipikir satu orang namanya pembebekan. Satu orang pegang tongkat lalu diacung-acungkan ke kanan, maka bebek-bebeknya rame-rame ke kiri. Ada juga bebek-bebek yang bandel dan larinya kencang hingga membuat kalang kabut teman-temannya. Begitu sebaliknya. (Seperti angkot atau bis kota, lampu sign kedip-kedip ke kiri, eh enggak tahunya nyosor ke kanan. Malah terkadang tiba-tiba mak jegagik berhenti, baru lampu sign menyusul dikedip-kedipkan. Makanya hati-hati kalau berkendaraan di belakang angkot atau bis kota. Membebek memang lebih enak…..).

Kalau ternyata pemikiran yang akan saya paparkan ini ngoyoworo (membuang-buang waktu dan enerji saja), jangan rikuh untuk segera beranjak pergi ke toko buku membeli buku-buku tebal yang mahal-mahal karya orang-orang pinter, yang terkadang susah dipahami dan akhirnya malah menghiasi lemari ruang tamu. Hingga akhirnya satu-satunya peluang yang tertinggal adalah peluang menjadi konsumen yang baik. Bukan salah juga.

***

Menurut pemikiran saya, sebaiknya tidak perlu gusar atau bingung bertanya-tanya tentang peluang bisnis apa yang bisa dikerjakan. Karena sesungguhnya jutaan peluang itu ada bertebaran tepat di depan mata kita. Bagi orang yang sudah mataun-taun (bertahun-tahun) jadi orang gajian, memang terkadang sulit untuk melihat peluang-peluang yang sebenarnya sudah di depan mata itu. Saya merasakannya. Tapi cobalah untuk keluar garis atau keluar kotak, atau duduknya agak digeser, atau kaca matanya agak dimiringkan….. sedikiiiit saja. Kita akan surprise!. Lho, ternyata di sini ada peluang, di sana ada peluang, di mana-mana ada peluang!

Menghadiri seminar, mengikuti kursus, atau bercengkerama dengan kenalan, adalah salah satu cara yang dapat diharapkan menjadi lantaran untuk menunjukkan adanya sebuah peluang. Tidak salah juga kalau mau ikut kursus menjahit, membuat hong kwe, bikin petasan, atau hadir di seminar cara mengatasi kepala mau pecah atau cara mengatasi jumbleng mampet. Bukan karena kita ingin punya sertipikat untuk buka usaha penjahitan, tukang kue, jual petasan, dukun pijat sakit kepala atau ahli jumbleng, melainkan hanya mencari pemicu, eee… siapa tahu di sana ditemukan petunjuk arah menuju peluang bisnis. Itu sebabnya berinvestasi untuk hadir di seminar atau ikut kursus atau mbayari kenalan makan siang, bukanlah pemborosan selama bukan karena ketimbang nganggur…..

Setelah peluang-peluang itu terlihat, terjadilah kebingungan tahap kedua. Mana yang cocok buat saya?. Semua nampak bagus prospeknya. Dalam membuat keputusan untuk mengambil sebuah peluang bisnis, saya tidak mau mengandalkan saran orang lain sebagai satu-satunya referensi (inilah kecenderungan jalan pintas kita, merasa belum punya pengalaman lalu menganggap saran atau pandangan orang lain adalah pilihan terbaik). Saran atau pandangan orang lain, porsinya hanya sebagai pembanding dan untuk membuka wawasan saja. Kalaupun akhirnya keputusan kita sama dengan yang disarankan oleh orang lain, maka itu murni karena keyakinan atas pilihan kita.

Saya yakin Anda pasti pernah mengalami hal-hal seperti ini : Suatu kali seorang teman Anda datang lalu dia bercerita tentang bisnis jual sembako atau mracangan kebutuhan sehari-hari. Katanya ini bisnis sangat bagus karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Lain waktu ada lagi teman lain bercerita tentang usaha bengkel atau jasa cuci kendaraan. Katanya sekarang ini jumlah kendaraan bermotor semakin banyak setiap tahunnya, dan pasti butuh bengkel dan tempat mencuci. Tidak lupa angka-angka statistik pun dipaparkan. Ada lagi teman lain mengusulkan tentang bisnis apotek atau toko obat. Katanya siapa yang tidak butuh obat, setiap orang kaya atau miskin pasti membutuhkannya (ini kata lain dari : setiap orang pasti bergiliran sakit).

Ada lagi yang menyarankan usaha toko besi atau material bangunan. Digambarkannya tentang pesatnya pertumbuhan kota yang pasti butuh sarana rumah, kantor, pabrik dan sebagainya yang kesemuanya perlu suplai material bangunan. Belum lagi peluang di bisnis propertinya. Datang lagi teman lain, dengan sangat bersemangatnya bercerita bahwa usaha warung makan atau restoran itu luar biasa prospeknya, lebih-lebih di kawasan dekat kampus atau perkantoran. Margin keuntungannya pun cukup tinggi. Dan masih banyak cerita, usul, saran, datang dari mana-mana tentang bisnis yang semuanya menggambarkan prospek yang bagus.

Apakah itu salah? Sama sekali tidak. Semua itu benar adanya. Hanya saja kita perlu jeli, apakah peluang bisnis itu akan cocok dengan karakter kita? Termasuk karakter di bawah bantal kita, juga karakter kita dalam mengelola resiko. Mana yang paling pas?

Karena itu ojo gumunan, jangan mudah terpesona. Kalau ada orang bikin pabrik garuk punggung lalu sukses jadi jutawan, maka Anda pun ingin menirunya karena mengira bahwa punya usaha garuk punggung adalah peluang bisnis yang bagus bagi Anda. Atau, ada orang yang dulu jual perkedel kacang tholo kelilingan yang sekarang punya dua truk, lalu Anda pun berkesimpulan bahwa bisnis jual perkedel kacang tholo adalah peluang bisnis yang baik bagi Anda. Atau, ada pengusaha sukses yang sekarang punya waralaba memandikan kucing, lalu Anda pun menyangka bahwa bisnis memandikan kucing adalah peluang bisnis yang menjanjikan.

Meniru kok jadi tradisi – Tanya kenapa? Untuk ini sebaiknya Anda percaya, bahwa apa yang baik dan cocok bagi orang lain belum tentu baik dan cocok bagi kita. Meniru sendiri bukan hal yang salah, bukan juga langkah bodoh. Melainkan ada beda antara meniru secara “Just Do It” dan meniru secara “Just Plan It”. Entoch, akhirnya harus meniru juga, go ahead…….!

Lebih baik, buka mata, buka telinga, buka hati, lalu cup….., tangkap sebuah peluang yang dirasa paling cocok. Apapun peluang itu. Sekali lagi, apapun peluang itu, lalu garaplah!. Betapapun kecilnya, betapapun terlihat biasa-biasa saja, betapapun ndeso-nya. Menangkap peluang tidak serta-merta berarti harus dijalani, karena setiap peluang kemudian perlu ditimbang matang-matang sebelum mulai dieksekusi. Bisa jadi, peluang pertama yang ditangkap adalah bukan peluang yang “sebenarnya”, tapi mulailah merencanakan dan melakukannya dengan kesungguhan.

Kenapa peluang pertama barangkali bukan peluang yang “sebenarnya”? Karena peluang pertama ini siapa tahu hanya sebagai pintu masuk saja. Pintu masuk yang akan mengantarkan menuju ke peluang-peluang baru yang lebih potensial, prospektif dan lebih cocok ditekuni, yang merupakan hasil pancingan dari peluang yang pertama itu. Kelak seiring perkembangan usaha tinggal memutuskan akan melanjutkan untuk mengembangkan peluang pertama yang sudah dimulai, atau berkonsentrasi pada peluang turunan yang diyakini lebih cocok, atau malah menjadi konglomerat yang mengerjakan semua peluang yang ada.

***

Nah, kini biar saya tebak apa yang muncul di pikiran Anda. Sampeyan pasti sedang ngrasani saya : ini pengelola “Madurejo Swalayan” kayak yak-yak-o saja. Apa sudah mengalaminya? Saya pun harus menjawabnya dengan jujur : “Sudah, pengalaman saya kira-kira sudah tujuh-bulan jalan…….”.

Tinggal sekarang Anda yang memilih, di antara : Kisah sukses orang yang sudah malang-melintang di dunia bisnis selama lebih 20 tahun yang akhirnya membuat Anda terkagum-kagum dan terlena karena setelah itu Anda tetap tidak tahu apa yang mestinya dilakukan?. Atau, kisah belum sukses orang yang malang (belum melintang) yang baru nujuh-bulanan belajar bisnis (itupun kalau lagi mikir suka ditinggal tidur) tapi bisa membuat Anda seperti dibangunkan dari tidur? It’s your call. Bagi saya, apa yang saya pikirkan sepanjang hayat dikandung badan adalah juga sebuah pengalaman.

Kalau saya, kalau saya ini lho….., lebih baik terlena tapi ada yang membangunkannya. Daripada teruuuussss terlena dan terkagum-kagum dan manggut-manggut dan larut dalam pujian kesana-kemari, eee…..tahu-tahu terserang bludrek ketika tiba-tiba anak perempuannya minta dinikahkan dan perlu biaya ngudubilah banyaknya (Anda pun masygul : rasanya baru kemarin lho dik, mas, mbak, pak de, bu de, setiap pagi saya mengantar dia ke sekolah……….. Dari jauh terdengar sayup-sayup siaran radio swasta niaga mengalunkan lagu berjudul “Terlambat Sudah”………).

Madurejo, Sleman – 22 Pebruari 2006.
Yusuf Iskandar